DI-0025 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Hak Pengembalian Barang Bagian Kedua

 🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad

▪🗓 JUM’AT
 | 26 Rabi’ul Akhir 1442 H
 | 11 Desember 2020 M

🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 Audio ke-25
📖 Hak Pengembalian Barang Bagian Kedua

~•~•~•~•~

بسم الله الرحمن الرحيم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتة
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشهد أن لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ  وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.  أَمَّا بَعْدُ

Alhamdulillah masih bersama matan Al Imam Abu Syuja' rahimahullahu ta'ala atau yang dikenal dengan matan al-ghayah fil ikhtisyar.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam dalam hadits lain juga menegaskan hal yang serupa dengan bersabda,

لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا . الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ

"Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara.” (HR Muslim 2564)

Pada hadits ini jelas nabi shallallahu 'alayhi wa sallam mengatakan,  لاَ يَخُونُهُ  “tidak halal baginya untuk mengkhianati”. Tentu penjual yang tahu barang yang dia jual memiliki aib, yang ada cacatnya kemudian dia sengaja diam. Atau bahkan sengaja dia sembunyikan.

Maka ini adalah bentuk dari pengkhianatan dan tentu itu haram hukumnya. Dan karena pengkhianatan ini berefek langsung pada prinsip jual beli dalam islam yaitu berimbas langsung, berpengaruh pada kadar kerelaan dan itu merupakan syarat mutlak disyariatkannya jual beli atau dihalalkannya jual beli.

Maka adanya cacat yang sengaja disembunyikan, penjual tahu tapi tidak disampaikan (dia diam) baik dengan mengatakan, "Saya tidak tahu" atau "Barang ini bagus tanpa cacat" atau pura pura tidak tahu dengan mengatakan, "Silahkan cari sendiri saya tidak mau menyampaikan dan ini barang saya, cari sendiri kalau ada cacatnya silahkan kalau mau dibeli, kalau tidak ya silahkan".

Padahal penjual tahu mengatakan "cari sendiri" ini tidak dibenarkan kalau anda tahu anda tidak boleh pura pura tidak tahu atau sengaja diam, anda harus menyampaikannya. Kalau anda tidak menyampaikannya padahal anda tahu, berarti anda telah berbuat khianat dan transaksi yang anda jalin menjadi transaksi yang haram.

Kenapa? Karena sudah bisa dipastikan anda akan memakan harta saudara anda yaitu uang pembeli dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan ketentuan syariat. Namun perlu digarisbawahi di sini agar permasalahan ini menjadi clear (tuntas) para ahli fiqih telah mengkaji masalah cacat barang itu hingga ke akar-akarnya tuntas semua.

Mereka memberikan dengan satu kriteria karena cacat suatu barang itu dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk persepsi masyarakat setempat. Bisa jadi kerusakan pada suatu barang bagi sebagian masyarakat tidak dianggap sebagai cacat bahkan kekurangan itu dicari, bahkan dianggap sebagai suatu kelebihan.

Contoh sederhananya seperti di masyarakat kita, seperti kelapa kalau itu kondisinya normal, kelapa dibiarkan sampai tua, kelapa tersebut dikupas kemudian diambil kelapanya, diparut untuk menghasilkan santan, dia normal. Tapi ketika kelapa itu mengalami kelainan atau biasa disebut dengan kopyor, itu kalau dibiarkan sampai tua maka itu tidak menghasilkan santan yang banyak, bahkan tekstur daging kelapa (tekstur kelapa) tidak normal.

Namun demikian status kelapa itu kopyor dalam kondisi yang abnormal ini bagi orang yang akan memasak rendang, yang membeli kelapa untuk diambil santannya maka ini dianggap cacat. Karena tidak menghasilkan santan yang banyak, tetapi bagi orang yang ingin menjadikannya sebagai bahan campuran es kelapa kopyor misalnya.

Maka kelapa kopyor ini bukan cacat justru itu adalah kondisi kelapa yang diinginkan, bahkan nilainya lebih mahal daripada kelapa yang normal. Karena itu perlu dipahami definisi cacat, kriteria cacat yang mempengaruhi keabsahan transaksi.

Para ulama mengatakan, suatu kondisi barang dikatakan cacat bila:

(1) Tidak sesuai dengan yang disepakati antara pembeli dan penjual, apapun kondisinya.

Seperti disampaikan tadi bagi pedagang es kelapa kopyor itu adalah yang diinginkan pedagang es. Sengaja mencari kelapa kopyor. Sehingga yang dijual kepadanya kelapa normal justru itu cacat, sebaliknya bagi orang yang ingin mendapatkan santan, karena dia beli kelapa untuk dijadikan santan, maka kopyor itu adalah cacat.

Karenanya kriteria pertama kondisi apapun yang terjadi pada barang yang ditransaksikan, yang diperjualbelikan, obyek transaksi bila kondisi itu tidak memenuhi kriteria yang telah disepakati antara penjual dan pembeli, maka itu dianggap cacat, tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh pembeli maka itu adalah cacat.

Contoh sederhana yang lain yang lebih jelas, ketika seorang pembeli menginginkan kendaraan bermotor, dia ingin motor tersebut adalah motor ‘laki’ yang second bisa jadi harganya murah. Ketika didatangkan kepadanya motor 'bebek' walaupun itu baru, karena tidak sesuai dengan tujuan dan maksud si pembeli maka motor baru tersebut karena beda jenis, maka dianggap cacat dianggap tidak sesuai kriteria.

Intinya kondisi apapun yang tidak sesuai dengan kesepakatan itu dianggap sebagai cacat, kalau itu ada maka itu harus disampaikan, bahwa barang ini tidak sesuai dengan yang telah disepakati.

Ini yang bisa kami sampaikan kurang dan lebihnya mohon maaf.  
 
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•

Komentar