DI-0027 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Larangan Menjual Buah Sebelum Waktu Panen Bagian Pertama

 🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad

▪🗓 SELASA
 | 30 Rabi’ul Akhir 1442 H
 | 15 Desember 2020 M

🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 Audio ke-27
📖 Larangan Menjual Buah Sebelum Waktu Panen Bagian Pertama

~•~•~•~•~


بسم الله الرحمن الرحيم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتة
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشهد أن لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.  أَمَّا بَعْدُ

Kembali saya dapat hadir ke tengah ruang siar anda untuk bersama-sama tafaqquh fiddinillah, semoga program acara kita ini menambahkan iman, mengobarkan semangat beramal dalam diri kita.

Al-Muallif rahimahullah Imam Abu Syuja’ setelah menjelaskan tentang hukum khiyar adanya hak bagi pembeli ataupun bagi penjual untuk membatalkan transaksi bila pada objek transaksi terdapat cacat.

Kali ini kita akan bersama-sama menyelami pernyataan al-muallif rahimahullah (Imam Abu Syuja’) yang mengatakan

ولا يجوز بيع الثمرة مطلقا إلا بعد بدو صلاحها

Tidak boleh memperjualbelikan buah-buahan secara mutlak alias tanpa syarat kecuali bila buah-buahan tersebut sudah siap petik, sudah menua, sudah sesaat lagi panen. Tanda bahwa buah tersebut sudah tua, sudah nampak kasat dengan mata.

Dari pernyataan muallif ini dapat kita pahami bahwa apa yang akan beliau sampaikan pada hukum ini, ini hanya berlaku pada buah-buahan, adapun selain buah-buahan maka boleh diperjualbelikan kapan saja.

Ini pemahaman secara tekstual dari pernyataan muallif, dengan demikian apapun barangnya baik siap panen ataupun tidak, selama bukan buah-buahan, boleh diperjual-belikan walaupun ketika pembeli membeli barang tersebut baru akan dipanen (dipetik) setelah sekian waktu.

Ini kalau kita berdasarkan pemahaman terhadap redaksi pernyataan muallif karena beliau hanya menyebutkan jual-beli buah-buahan. Namun dikalangan para ulama menjualbelikan buah-buahan yang belum siap panen (belum siap petik) disebut dengan sistem ijon (mukhadarah).

Di kalangan para ulama terjadi dua pendapat, apakah hukum ini hanya berlaku pada buah-buahan saja, atau pada semua barang yang semakna alias barang tersebut ditransaksikan pada hari ini, namun barang itu belum siap panen, belum siap dimanfaatkan, belum siap diserahterimakan kepada pembeli masih harus menunggu beberapa waktu agar barang tersebut siap diserahterimakan.

Contoh sederhananya ketika anda membeli pohon-pohonan yang masih kecil baru ditanam padahal pohon tersebut misalkan pohon jati, pohon sengon, baru layak dipotong setelah 5 tahun atau lebih.

Ketika anda membelinya di saat pohon itu baru berumur setahun, berarti pohonnya belum siap dipanen alias anda sebagai pembeli harus menunggu 5 tahun ke depan atau minimal 4 tahun ke depan untuk bisa mendapatkan barang yang anda beli.  

Dengan kata lain ketika transaksi barang yang anda beli atau barang yang dijual belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembeli, padahal bisa jadi selama perjalanan 4 atau 5 tahun ke depan, barang tersebut gagal panen.

Seperti halnya ketika menjualbelikan buah-buahan yang masih hijau belum siap panen, bisa jadi ketika menunggu musim panen tiba buah-buahan (biji-bijian) tersebut rusak terkena hama, seperti jual padi yang masih hijau belum siap panen, bisa jadi di tengah perjalanan di tengah waktu gagal panen.

Sehingga praktek semacam ini, menjual buah-buahan atau biji-bijian yang masih hijau ini berpotensi menimbulkan kerugian atau kalau boleh di katakan, ini salah satu model dari jual beli gharar, karena tidak ada kepastian apakah pembeli  bisa mendapatkan barang yang dia beli sesuai dengan kriteria yang disepakati atau tidak.

Karena ada unsur gharar ini, jual beli biji-bijian atau buah-buahan yang masih hijau (belum siap panen atau dipetik) dilarang dalam Islam, karena itu akan membuka celah terjadinya praktek memakan harta sebagian saudara kita dengan cara yang tidak dibenarkan.

Rasulullah shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam beberapa riwayat, dari Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Umar,  Abu Hurairah dan yang lainnya dengan tegas,

نهى رسول الله عن بيع الثمرة  حتى تزهي

Dalam riwayat lain dinyatakan:

حَتَّى يَبْدُوَ صَلَاحُهَا

Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam melarang kita menjualbelikan buah-buahan,  biji-bijian sampai muncul tanda-tanda bahwa biji-bijian dan buah-buahan telah menua (siap panen) atau sesaat lagi siap dipanen.

Karena tanda-tandanya sudah nampak buah itu sudah mulai masak.

قيل وما تزهي

Sebagian sahabat ketika mendengar hadits ini bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan تزهي? " Kata Beliau shallallahu 'alayhi wa sallam,

حتى تحمار أو تصفار

"Sampai buah-buahan tersebut warnanya menjadi kemerahan atau berubah menjadi kuning.”

Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam shallallahu 'alayhi wa sallam memberikan contoh konkret tentang tanda buah atau biji-bijian itu mulai menua yaitu berubahnya warna menjadi merah atau kuning yang semula berwarna hijau atau warna yang lainnya.

Adanya perubahan warna ini biasanya itu menandai bahwa buah tersebut sudah sudah mulai masak atau tua.

Kemudian Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam shallallahu 'alayhi wa sallam menjelaskan alasan mengapa kita dilarang menjual biji-bijian atau buah-buahan yang belum tua atau belum siap panen.

Beliau mengatakan:

أَرَأَيْتَ إِنْ  مَنَعَ اللَّهُ الثَّمَرَةَ عن أخيه فَبِمَ يأكل أَحَدُكُمْ مَالَ أَخِيهِ بالبطل

Coba pikirkan (renungkan) oleh kalian, andai kalian menjual buah-buahan atau biji-bijian yang belum siap panen masih muda kemudian penjual, menerima pembayaran. Ternyata di masa menunggu panen, ternyata biji-bijian atau buah-buahan tersebut banyak yang rusak, gagal panen, atau panennya sedikit, jauh dari expektasi yang diinginkan, maka dalam kondisi ini kata Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam:

"Mengapa sebagian dari kalian memakan harta saudaranya dengan cara-cara yang tidak benar alias penjual akan mendapatkan pembayaran. Kemudian dia akan memanfaatkan hasil penjualan tersebut, dimakan, padahal ternyata pada saatnya pembeli gagal mendapatkan buah-buahan atau biji-bijian yang dia beli”.

Sehingga di sini terjadi praktek kezhaliman, penjual menzhalimi pembeli.
 
Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.

 
وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•

Komentar