DI-0032 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Jual Beli Sebelum Barang Dipindahkan Bagian Ketiga
🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
▪🗓 SELASA
| 07 Jumadal Awwal 1442 H
| 22 Desember 2020 M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja
🔈 Audio ke-32
📖 Jual Beli Sebelum Barang Dipindahkan Bagian Ketiga
~•~•~•~•~
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره, ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له, ومن يضلل فلا هادي له,اما بعد
Alhamdulillah kembali saya dapat hadir ke tengah ruang siar anda untuk bersama-sama mengkaji dan memperdalam ilmu agama Allah Subhanahu wa Ta'ala, masih bersama matan Kitab Abu Syuja' atau yang dikenal dengan matan al-ghayah fil ikhtisyar.
Abdullah Ibnu Abbas ketika ditanya tentang masalah ini, mengapa nabi shallallahu 'alayhi wa sallam Shallallahu 'alaihi wa Sallam melarang kita menjual barang dagangan menjual barang yang sudah kita beli dan kala itu dalam riwayat Abdullah Ibnu Abbas beliau hanya mengetahui larangan yang berkaitan dengan bahan makanan yang sudah dibeli dan sebelum diterima.
Ketika beliau ditanya alasan mengapa kita tidak boleh menjual kembali bahan makanan yang sudah kita beli padahal itu sah menjadi milik kita sampai barang itu kita terima dan barang menjadi tanggungan kita.
Beliau mengatakan,
)ألا ترى( الدرهم بالدرهم والطعام مرجأ
Tidakkah engkau lihat sebetulnya praktek terjadi adalah adanya orang yang barter uang dengan uang, dirham dengan dirham kemudian ada keuntungan sedangkan bahan makanan yang dijadikan obyek itu tertunda.
Karena prakteknya bisa jadi anda membeli satu kwintal gabah, satu kwintal beras, berasnya masih di distributor. Sudah anda jual kepada orang kedua, barang masih berada di distributor, kemudian orang kedua dijual lagi pada orang ketiga barang tetap di distributor. Orang ketiga jual lagi kepada orang keempat barang tetap masih berada di distributor, demikian seterusnya.
Apa yang terjadi? Yang terjadi adalah perputaran dirham dengan dirham, uang dengan uang. Sedangkan bahan makanan tetap berada pada penjual pertama. Dan bisa jadi orang terakhir nanti akan menjual kembali bahan makanan tersebut kepada distributor, kepada penjual pertama.
Sehingga yang terjadi adalah perputaran uang dengan uang, dengan adanya pertambahan nilai tanpa ada barang yang diputar, tanpa ada barang yang dipindahkan ataupun jasa yang dihasilkan.
Sehingga yang terjadi adalah bubble (gelembung) ekonomi yang tentu ini tidak sehat bagi perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, islam mencegah adanya bubble semacam ini. Adanya gelembung-gelembung ekonomi semacam ini, dan itulah yang disebut dengan praktek riba.
Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melarang ini bukan hanya pada bahan makanan, tapi pada semua barang. Karena itu Abdullah Ibnu Abbas, walaupun hadits yang beliau riwayatkan hanya berkaitan dengan bahan makanan, namun kemudian beliau memberikan satu analisisa,
وَلَا أَحْسِبُ كُلَّ شَيْءٍ إِلاَّ مِثْلَهُ [HR Bukhari 2135]
وَأَحْسِبُ كُلَّ شَيْءٍ مِثْلَهُ [HR Muslim 1525]
Kata beliau, "Menurut pendapatku segala model barang dagangan apapun bentuknya hukumnya serupa dengan memperjualbelikan bahan makanan sebelum diserahterimakan”.
Dan ternyata hasil analisa Abdullah ibnu Abbas ini sejalan dengan riwayat hadits Abdullah Ibnu Umar yang mengatakan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,
فَإِنَّ رَسُولَ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -نَهَى أَنْ تُبَاعَ اَلسِّلَعُ حَيْثُ تُبْتَاعُ. رواه أحمد ( 5 / 191 )، وأبو داود ( 3499 )، وابن حبان ( 1120 موارد )، والحاكم ( 2 / 40 )
Hadits yang diriwayatkan oleh Zaid Ibnu Tsabit yang kemudian disampaikan kepada Abdullah Ibnu Umar, nabi shallallahu 'alayhi wa sallam melarang kita menjual belikan barang di tempat kita membelinya sampai barang itu kita pindahkan ke tempat lain.
Suatu hari Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu ketika berada di pasar beliau melakukan jual beli minyak zaitun. Kemudian setelah transaksi ada kesepakatan jualbeli kemudian setelah jualbeli ada orang yang menepuk punggungnya. Barang belum sempat dia pindahkan, barang masih berada ditempat yang sama ketika dia bertransaksi. Belum sempat dipindahkan ternyata sudah ada yang berminat untuk membelinya kembali dan memberikan keuntungan.
فَأَعْطَانِى بِهِ رِبْحًا حَسَنًا
Kata Ibnu Umar, "dia memberiku keuntungan yang lumayan”
فَأَرَدْتُ أَنْ أَضْرِبَ عَلَى يَدِهِ فَأَخَذَ رَجُلٌ
Ketika aku hendak menjual kembali barang tersebut kepada pembeli kedua tiba-tiba ada seorang laki yang menepuk punggungku dan mengatakan لاَ تَبِعْهُ jangan engkau jual فَالْتَفَتُّ maka Abdullah Ibnu Umar segera menoleh dan ternyata yang menepuk punggung beliau adalah sahabat Zaid Ibnu Tsabit radhiyallahu ta'ala anhu.
Kemudian sahabat Zaid Ibnu Tsabit menyampaikan riwayat bahwa nabi shallallahu 'alayhi wa sallam melarang menjual kembali barang yang sudah kita beli di tempat kita membeli sampai barang itu kita pindahkan ke tempat lain.
Riwayat Zaid Ibnu Tsabit ini yang disampaikan Abdullah Ibnu Umar ini yang bersifat umum bukan hanya bahan makanan namun semua barang, tidak boleh dijual kembali selama barang tersebut belum dipindahkan, belum diserahterimakan masih berada ditempat penjual pertama
Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Komentar
Posting Komentar