DI-0062 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Al Hajru (Pembatasan Kewenangan Penggunaan Harta) Kriteria Kelima - Orang Yang Sakit Parah Bagian Pertama

 ๐ŸŒ WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad

▪๐Ÿ—“ RABU
 | 10 Sya’ban 1442H
 | 24 Maret 2021M

๐ŸŽ™ Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. ุญูุธู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰
๐Ÿ“— Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

๐Ÿ”ˆ Audio ke-62
๐Ÿ“– Al Hajru (Pembatasan Kewenangan Penggunaan Harta) Kriteria Kelima - Orang Yang Sakit Parah Bagian Pertama

~•~•~•~•~

ุจุณู… ุงู„ู„ู‡ ุงู„ุฑุญู…ู† ุงู„ุฑุญูŠู…
ุงَู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูˆَุฑَุญْู…َุฉُ ุงู„ู„ّู‡ِ ูˆَุจَุฑَูƒَุงุชุฉ
ุฅู†َّ ุงู„ู€ุญَู…ْุฏَ ู„ِู„ّู‡ِ ู†َู€ุญْู…َุฏُู‡ُ ูˆَู†َุณْุชَุนِูŠْู†ُู‡ُ ูˆَู†َุณْุชَุบْูِุฑُู‡ُ، ูˆَู†َุนُูˆุฐُ ุจِุงู„ู„ู‡ِ ู…ِู†ْ ุดُุฑُูˆุฑِ ุฃَู†ْูُุณِู†َุง ูˆَุณَูŠِّุฆَุงุชِ ุฃَุนْู…َุงู„ِู†َุง، ู…َู†ْ ูŠَู‡ْุฏِู‡ِ ุงู„ู„ู‡ُ ูَู„َุง ู…ُุถِู„َّ ู„َู‡ُ، ูˆَู…َู†ْ ูŠُุถْู„ِู„ْ ูَู„َุง ู‡َุงุฏِูŠَ ู„َู‡ُ، ุฃุดู‡ุฏ ุฃู„ุง ุฅู„ู‡ ุฅู„ุง ุงู„ู„ู‡ ูˆุญุฏู‡ ู„ุง ุดุฑูŠูƒ ู„ู‡, ูˆุฃุดู‡ุฏ ุฃู† ู…ุญู…ุฏุง ุนุจุฏู‡ ูˆุฑุณูˆู„ู‡. ุฃَู…َّุง ุจَุนْุฏُ


Alhamdulillah kembali pada kesempatan ini saya dapat hadir untuk melanjutkan kajian kita (program acara kita) mengkaji salah satu matan (referensi) dalam madzhab Imam Asy-Syafฤซ'i yang sangat familiar di negeri kita yaitu Kitab Matan Abu Syuja' atau yang lebih dikenal di kalangan para ahli ilmu dengan sebutan Matnul Ghayah fi Taqrib (ู…ุชู† ุงู„ุบุงูŠุฉ ูˆุงู„ุชู‚ุฑูŠุจ).

Di akhir sesi, kita masih berbincang-bincang tentang hukum Al-Hajru yaitu membahas kewenangan pemilik harta, kewenangan sebagian orang yang memiliki kekayaan dari membelanjakan hartanya.

Telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya bahwa anak kecil kemudian orang yang mengalami gangguan mental atau disebut dengan gila atau safih/ุณููŠู‡ (orang yang tidak pandai, tidak cakap untuk membelanjakan hartanya) atau sering disebut dengan pandir (misalnya) sehingga dia sering tertipu, sering terperdaya ketika berbelanja, menjual barang, demikian pula orang yang pailit sehingga hutangnya lebih besar dibanding aset yang dia miliki.

Maka akan diberlakukan pada mereka hukum al-hajru (ุงู„ุญุฌุฑ) kewenangan untuk membelanjakan hartanya dibatasi atau dicabut. Sehingga mereka tidak bisa menjual atau membeli kecuali atas izin. Baik izin dari walinya ataupun izin dari para kreditur atau pihak-pihak yang mengutangkan dana atau uangnya kepada mereka.

Kemudian di antara orang yang secara hukum syari'at dibatasi atau bahkan dicabut kewenangannya untuk membelanjakan hartanya adalah:



5. AL-MARฤชDH AL-MAUQลชF ‘ALAIHI FฤชMฤ€ Zฤ€DA ATS-TSULUTS (ูˆุงู„ู…ุฑูŠุถ ุงู„ู…ุฎูˆู ุนู„ูŠู‡ ููŠู…ุง ุฒุงุฏ ุนู„ู‰ ุงู„ุซู„ุซ)

Orang dalam kondisi sakit parah sehingga ada kemungkinan secara tradisi, orang yang mengalami kondisi sakit semacam ini, penyakit yang kronis, penyakit yang sering menyebabkan kematian, atau kondisi sakit yang sangat parah. Sehingga ada kemungkinan orang tersebut akan meninggal karena sakit ini.

Dalam kondisi semacam ini, orang tersebut walaupun dia memiliki aset yang banyak (kekayaan yang banyak) kewenangannya untuk membelanjakan harta kekayaannya dibatasi, tidak boleh lebih dari 1/3 dari harta kekayaannya.

Baik dia membelanjakan dalam rangka jual beli, bayar hutang atau hibah/hadiah/waqaf/sedekah (misalnya). Bila tindakannya terhadap harta kekayaan yang dia miliki ini melebihi 1/3 dari total kekayaan yang dia miliki. Maka tindakannya secara hukum fiqih dinyatakan batal (tidak sah).

(Pendapat Pertama), sebagian ulama mengatakan bahwa tindakan tersebut bila dilakukan secara spontanitas dalam satu tindakan.

Misalnya: Dia membelanjakan atau menjual atau menghibahkan separuh (50% dari kekayaannya) dalam satu akad, atau dia mewaqafkan 50% (separuh dari kekayaannya) dalam satu akad, maka menurut sebagian ulama tindakannya ini batal secara menyeluruh, alias dibatalkan atau tidak boleh dieksekusi secara total.

Kenapa? Karena tindakannya ini telah melampaui batas kewenangannya.  Sedangkan satu tindakan manusia, satu tindakan hukum seorang hamba (mukallaf), ู„ุง ูŠุชุฌุฒّุฃ (lฤ yatajazza’ = tidak bisa dipecah),

Sehingga ketika (misalnya) dia mewaqafkan 50 % dari aset yang dia miliki (harta yang dia miliki), menurut sebagian ulama hal ini batal secara menyeluruh, alias tidak sedikitpun dari waqaf atau sedekah yang dia lakukan dieksekusi atau dilakukan.

Karena semuanya dianggap batal demi hukum, karena dia telah melampaui batas kewenangannya untuk melakukan tindakan hukum atas kekayaan yang dia miliki.

Kenapa? Karena dia dalam kondisi yang dikhawatirkan akan segera menemui ajalnya. Sedangkan tindakan seorang manusia itu  ู„ุง ูŠุชุจุงุนุฏ atau ู„ุง ูŠุชุฌุฒّุฃ (tidak bisa dipilah atau dibagi secara parsial) atau diberikan hukum secara parsial. Tidak, karena satu tindakan.

Namun bila tindakan itu dilakukan secara bertahap,  dia membelanjakan sedikit demi sedikit sampai akhirnya mencapai limit 1/3 dari seluruh kekayaan yang dia miliki, maka tindakan membelanjakan harta, mewaqafkan harta, mensedekahkan harta tersebut yang dilakukan sedikit demi sedikit, selama belum mencapai limit 1/3 asetnya (kekayaannya) maka masih dianggap sah.

Ketika dia mengulang lagi tindakannya (menjual atau mewaqafkan atau mensedekahkan) ternyata telah mencapai batas limit 1/3 dari harta kekayaannya, maka tindakan ini tidak sah. Karena dia telah melakukan satu tindakan di luar kewenangannya, ini Pendapat Pertama.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, semoga bermanfaat bagi anda semua dan menambah hasanah keilmuan anda. Kurang lebihnya saya mohon maaf.

ูˆุจุงู„ู„ู‡ ุงู„ุชูˆููŠู‚ ูˆ ุงู„ู‡ุฏุงูŠุฉ
ูˆุงู„ุณู„ุงู… ุนู„ูŠูƒู… ูˆุฑุญู…ุฉ ุงู„ู„ู‡ ูˆุจุฑูƒุงุชู‡

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•

Komentar