MACAM-MACAM TURUNNYA WAHYU PADA NABI MUHAMMAD SHALLALLAAHU'ALAIHI WA SALLAM

MACAM-MACAM TURUNNYA WAHYU PADA NABI MUHAMMAD SHALLALLAAHU'ALAIHI WA SALLAM

Ibnu al-Qayyim berkata -ketika menyinggung macam-macam cara turunnya wahyu tersebut- sebagai berikut:

Pertama, berupa ar-ru'ya ash-shaadiqah (mimpi yang benar) dan ini merupakan permulaan turunnya wahyu kepada beliau.

Kedua, berupa sesuatu yang dibisikkan oleh malaikat terhadap jiwa dan hati beliau tanpa dapat beliau lihat. Hal ini sebagaimana disabdakan Nabi # "Sesungguhnya Ruhul Quds (Malaikat Jibril) menghembuskan (membisikkan) ke dalam hatiku, bahwasanya jiwa tidak akan mati hingga disempurnakan rizki baginya. Oleh karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah, berindah-indahlah dalam meminta serta janganlah keterlambatan rizki atas kalian, mendorong kalian untuk memintanya dengan cara melakukan perbuatan maksiat terhadap-Nya, karena sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah tidak akan didapat kecuali dengan melakukan keta'atan kepada-Nya.

Ketiga, berupa malaikat yang berwujud seorang laki-laki, lantas mengajak beliau berbicara hingga beliau memahaminya dengan baik apa yang dikatakan kepadanya. Dalam hal ini, terkadang para sahabat dapat melihat malaikat tersebut.

Keempat, berupa bunyi gemerincing lonceng yang datang kepada beliau, diikuti dengan malaikat (yang menyampaikan wahyu) secara samar. Cara ini merupakan cara yang paling berat, sampai-sampai membuat kening beliau berkerut dan bersimbah peluh, padahal terjadi dalam kondisi hari yang amat dingin. Demikian pula, mengakibatkan onta beliau duduk bersimpuh ke bumi bila beliau sedang menungganginya. Dan pernah juga suatu kali, wahyu datang dengan cara tersebut, saat itu paha beliau berada di atas paha Zaid bin Tsabit, sehingga Zaid merasakan beban demikian berat yang hampir saja membuatnya remuk.

Kelima, berupa malaikat dalam bentuk aslinya yang dilihat langsung oleh beliau, lalu diwahyukan kepada beliau beberapa wahyu yang dikehendaki oleh Allah. Peristiwa seperti ini dialami oleh beliau sebanyak dua kali sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam surat an-Najm.

Keenam, berupa wahyu yang diwahyukan oleh Allah kepada beliau. Yaitu saat beliau berada di atas lelangit pada malam mi'raj ketika diwajibkannya shalat dan lainnya.

Ketujuh, berupa Kalamullah (ucapan Allah) kepada beliau tanpa perantaraan malaikat, sebagaimana Allah berbicara kepada Musa bin 'Imran. Peristiwa seperti ini juga dialami oleh Nabi Musa Alaihisalam dan diabadikan secara qath'iy berdasarkan nash al-Qur'an. Sedangkan terhadap Nabi Shallallahu'alaihiwa sallam terjadi dalam hadits tentang peristiwa Isra.

Sebagian ulama menambah caranya menjadi delapan, yaitu, Allah berbicara kepada beliau secara langsung tanpa hijab. Ini merupakan permasalahan yang diperdebatkan oleh ulama Salaf dan Khalaf.

Demikian, sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu al-Qayyim dengan sedikit diringkas dalam penjelasan tentang urutan pertama dan kedelapan.' Pendapat yang benar, bahwa urutan terakhir (kedelapan) ini tidak tsabit (tidak valid dan tidak dipercaya keabsahan riwayatnya).

 

[Sumber]
Halaman 60:
Kitab "Perjalanan Hidup Rasul yang Agung dari Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir". Karya Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfury dengan judul asli Ar-Rahiq Al-Makhtum.
 

 

 

Komentar