Tadabbur Ayat Al-Quran Al-Kahfi: 32-44 Bagian Ketiga

 🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad

▪🗓 KAMIS
| 10 Ramadhan 1442 H
| 22 April 2021 M

🎙 Oleh: Ustadz Dr. Sofyan Baswedan, M.A. حفظه الله تعالى
📕 Kajian Tematik Ramadhan 1442H

🔈 Audio ke-10
📖 Tadabbur Ayat Al-Quran Al-Kahfi: 32-44 Bagian Ketiga

~•~•~•~•~

سم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه اما بعد

Kali ini saya akan membawakan salah satu dari kisah terindah dalam Al-Quran yang sarat dengan pelajaran yaitu  قصة صاحب الجنتين  (Kisah pemilik dua kebun). Kisah ini Allāh sebutkan dalam surat Al-Kahfi ayat ke-32 hingga ke 44.

 

Dan kisah ini kita bagi dalam beberapa bagian. Bagian yang ketiga ini merupakan deskripsi tentang adzab Allāh Subhānahu wa Ta’āla kepada si pemilik dua kebun. Yang kafir, yang mengingkari adanya hari kebangkitan, hari hisab, terperdaya dengan nikmat dunia tadi. Dalam QS. Al-Kahfi: 42


وَاُحِيْطَ بِثَمَرِهٖ فَاَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلٰى مَآ اَنْفَقَ فِيْهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلٰى عُرُوْشِهَا وَيَقُوْلُ يٰلَيْتَنِيْ لَمْ اُشْرِكْ بِرَبِّيْٓ اَحَدًا

Di sini mulailah Allāh menceritakan nasib si pemilik dua kebun ini setelah turunnya adzab Allāh,  وَاُحِيْطَ بميله (dan harta kekayaannya itu dibinasakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla).


فَاَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ

Kemudian dia sambil membolak-balikkan kedua telapak tangannya dia mengatakan,


وَهِيَ خَاوِيَةٌ
 

Saat menyaksikan tanaman anggurnya itu roboh (binasa) dia menyesal terhadap apa yang dia saksikan, berupa kehancuran kebun atau kedua kebun yang sangat dia bangga-banggakan tadi,


وَيَقُوْلُ يٰلَيْتَنِيْ لَمْ اُشْرِكْ بِرَبِّيْٓ اَحَدًا

Dia menyesal dan berkata, "Aduhai andai saja kiranya dahulu aku tidak menyekutukan Tuhanku dengan apapun, dengan seseorangpun”.


يٰلَيْتَنِيْ لَمْ اُشْرِكْ بِرَبِّيْٓ اَحَدًا

Kemudian Allāh lanjutkan di situ,

وَلَمْ تَكُنْ لَّهٗ فِئَةٌ يَّنْصُرُوْنَهٗ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًاۗ
 

Dia sama sekali tidak memiliki para penolong yang mampu menolongnya dari ketetapan Allāh untuk membinasakan kebunnya ini, dan dia tidak dapat membela dirinya.


وَلَمْ تَكُنْ لَّهٗ فِئَةٌ يَّنْصُرُوْنَهٗ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ

Hanya Allāh yang bisa melakukan itu, tapi ketika Allāh tidak menolong dia, maka tidak ada yang bisa menyelamatkan kebunnya.


وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًاۗ  هُنَالِكَ الْوَلَايَةُ لِلّٰهِ الْحَقِّۗ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ عُقْبًا ࣖ

Di sana (pertolongan) itu hanya dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang haq.


هُنَالِكَ الْوَلَايَةُ لِلّٰهِ الْحَقِّۗ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ عُقْبًا

Dan Allāh adalah sebaik-baik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan.

Inilah kisah dari pemilik dua kebun yang diceritakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam surah Al Kahfi ayat 32-44.

Sekarang ibrah apa yang bisa kita petik dari kisah pemilik dua kebun ini?

Pola pikir pemilik dua kebun ini adalah pola pikir yang sangat sempit, dimensinya terbatas, hanya parsial sekali, hanya dibatasi oleh tempat yang dia tinggal di situ, ada jasadnya dia di situ, dan dibatasi juga secara waktu (saat itu saja), yang dia pikirkan adalah di tempat itu dan di saat itu.

Dia tidak pernah memikirkan nanti dia bagaimana? dan di akhirat dia bagaimana? tidak pernah dipikirkan. Inilah pola pikir sempit yang menjadi ciri khas pola pikir orang-orang kafir. Dia hanya memikirkan bagaimana dia sejahtera di dunia, padahal dunia itu sangat singkat dibandingkan dengan akhirat.

Kemudian pola pikir yang sempit ini juga melalaikan. Bagaimana dia sebelum ini, siapa yang menciptakan dia, dari apa dia, dan apa yang dia miliki saat itu, tidak pernah dia pikirkan, sangat parsial sekali.

Lain halnya dengan pola pikir seorang mukmin yang memikirkan, bagaimana dia awalnya, bagaimana dia saat ini, dan bahwa ke depan pun nasib itu bisa berubah, kondisi bisa berubah, dan yang merubah semuanya adalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Pola pikir si kafir ini adalah pola pikir yang terlepas dari campur tangan Allāh. Seakan-akan Allāh tidak berperan sedikitpun dalam kehidupannya. Sedangkan pola pikir orang beriman senantiasa mengikatkan segala sesuatu dengan kekuasaan Allāh Subhānahu wa Ta’āla

Diriwayatkan dari sahabat Al-Harits bin Malik Al-Anshari bahwa dia pernah lewat di hadapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bertanya kepadanya,


كيف أصبحت يا حارث ؟

Bagaimana kondisimu pagi ini wahai Haritsah?

Jawab Haritsah,

أصبحت مؤمناً حقّاً

“Aku pagi ini benar-benar seorang mukmin sejati.”

Maka nabi menyanggah,

انظر ماتقول !

“Coba kamu instrospeksi lagi ucapanmu barusan.”

فإنّ لكل قول حقيقة

“Karena setiap ucapan itu memiliki hakekat?”

فما حقيقة إيمانك

“Lantas apa hakikat keimananmu?”

Tadi kamu mengklaim dirimu benar-benar beriman, sekarang apa hakikat dari keimanan itu?

قال : يا رسول الله عزفت نفيي عن الدنيا

“Hatiku telah menyingkir jauh dari memikirkan dunia.”

وأسهرت ليلي وأظمأت نهاري

“Karena itu aku isi malamku dengan begadang untuk ibadah kepada Allāh (shalat malam), dan aku isi siang hariku dengan puasa, dengan berdahaga, dengan berhaus-haus.”

وكأنّي انظر إلى عرش ربّي بارزا

“Seakan-akan aku menatap singgasana Tuhan ku yang nampak jelas.”

وكأنّي أنظر إلى أهل الجنّة يتزا ورون فيها

“Dan seakan-akan aku membayangkan penduduk surga (Jannah) sedang saling berkunjung di dalam jannah itu.”

وكأني أنظر إلى أهل النار يتضاغون فيها

“Dan aku membayangkan bagaimana kesengsaraan أهل النار (neraka).”

فقال له :

“Maka nabi berkomentar setelah mendengar jawaban Haritsah ini.”

أَبْصَرْتَ فَالْزَمْ،

“Engkau melihat kebenaran yang sesungguhnya (hakikat) dari apa yang engkau ucapkan tadi.”

فَالْزَمْ

“Maka konsistenlah (istiqomahlah) di atasnya.”

عَبْدٌ نَوَّرَ اللهُ الْإِيمَانَ فِي قَلْبِهِ

“Engkau ibarat seorang hamba yang Allāh menjadikan imannya itu menyinari hatinya.”

Maka Haritsah mengatakan,

يَا رَسُول الله، ادع الله لي بالشهادة

“Ya Rasulullah do'akan agar aku mendapat mati syahid.”

Maka,

فدعا له رسول الله ﷺ

“Akhirnya nabi ﷺ mendoakan dia.”

Inilah pola pikir seorang mukmin, dia tidak pernah menyebutkan sedikitpun dari apa yang dihadapi hari ini di dunia, semuanya pikirannya ke akhirat.

Bagaimana dia menggapai jannah, bagaimana dia selamat dari neraka, bagaimana dia ketika menghadap Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Adapun dia hari ini makan ataukah tidak, besok makan atau tidak, kemarin bagaimana, tidak sedikitpun menyibukkan angan-angannya, tidak sedikitpun menyibukkan hatinya. Dan itulah hakikat iman, dan tentunya seorang mukmin tidak berhenti pada memikirkan dirinya namun dia juga menasehati, menegur orang-orang yang salah.

Makanya si mukmin ini mengatakan,

اَكَفَرْتَ بِالَّذِيْ خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ

Masa engkau mengingkari Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang telah menciptakanmu dari tidak ada, berasal dari tanah, engkau tidak ada sebelumnya, kemudian Allāh menciptakanmu dari tanah, kemudian dari nutfah dan menjadikanmu laki-laki yang sempurna?, engkau hendak mengingkari itu semua.

Dan ini merupakan panggilan nurani bagi setiap orang yang membanggakan dirinya, yang melupakan asal muasalnya, dan nanti dia akan jadi apa. Hendaknya kita ikuti metode Al-Qur’an ini untuk menyadarkan mereka.

Cobalah renungkan kita awalnya dari apa, dan nanti kita akan menjadi apa, tidak ada seorangpun yang dikekalkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla di dunia ini. Dan semuanya akan berujung kepada kebinasaan.

Oleh karena itu orang yang berakal adalah orang yang memikirkan bagaimana nasib dia nanti di hari yang tidak ada habisnya. Di hari mana kala yang tersisa hanya amal sholeh, dan yang harus dipertanggung jawabkan adalah semua dosa dan maksiat.

Mudah-mudahan dari kisah صاحب الجنتينِ ini kita bisa mengambil pelajaran-pelajaran yang berharga


والله تعالى اعلم
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نبينا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
والسلام عليكم و رحمة الله و بركاته

•┈┈┈•◈◉◉◈•┈┈┈•

Komentar