DI-0071 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Ash-Shulhu (Kesepakatan Damai) Bagian Kedua
🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
▪🗓 SELASA
| 18 Dzulqa’dah 1442H
| 29 Juni 2021M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja
🔈 Audio ke-71
📖 Ash-Shulhu (Kesepakatan Damai) Bagian Kedua
~•~•~•~•~
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد
Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Masih bersama tema kita Ash-Shulhu (الصلح) Perjanjian damai atau kesepakatan.
Imam Asy Syafi'i mengatakan tidak ada ash-shulhu (الصلح) damai di saat salah satunya itu mengingkari tuduhan.
Namun menurut ulama yang lain, damai itu lebih baik dibanding mempertahankan sengketa, walaupun salah satu dari mereka itu mengingkari adanya ikatan jual-beli atau ikatan utang-piutang tersebut.
Kenapa? Karena bisa jadi damai ini mendatangkan maslahat yang besar, misalnya menjaga nama baik keluarga, misalnya tidak ingin repot di peradilan, karena kalau harus ke pengadilan bisa jadi biaya menjalani proses pengadilan ini, bisa jadi lebih besar dibanding harta yang dituduhkan.
Bisa jadi mafsadah yang akan terjadi, efek yang terjadi dari sengketa tersebut, bisa jadi terlalu besar untuk dipikul, sehingga kadang kala orang yang dituduh memilih untuk mengalah dengan mengatakan,
"Saya tidak bayar semua, saya bayar sebagian saja demi menjaga nama baik keluarga agar tidak ribut, tidak tercemar nama baik keluarga, nama baik perusahaan dan lainnya".
Atau mungkin agar cepat selesai kasusnya, tidak berlarut-larut sehingga tidak memakan biaya yang besar.
Dalam kasus semacam ini berarti pihak tertuduh merasa mendapatkan manfaat walaupun rugi. Karena dia ternyata (sebetulnya) dia tidak berutang. Tapi daripada dia menanggung resiko malu, tercoreng nama baik keluarga, dia rela membayar demi menjaga kehormatan dirinya.
Ini tentu alasan yang dibenarkan secara syariat. Ini suatu maslahat sehingga kalau terjadi kasus semacam ini, maka tentu ini satu maslahat yang dibenarkan, maka boleh secara hukum syariat. Tentu ini suatu maslahat yang besar bagi pihak tertuduh, walaupun pihak penuduh bisa jadi zhalim.
Maka dalam kasus ash-shulhu (الصلح) semacam ini para ulama mengatakan karena ini ada dua pihak. Maka para ulama mengatakan sah, dengan konsekuensi pihak yang dizhalimi bisa menghindari kerugian yang lebih besar, sedangkan pihak yang zhalim tentu haram, karena dia akan memakan harta orang lain dengan cara-cara yang bathil. Baik itu pihak yang tertuduh atau pihak yang menuduh. Pihak yang tertuduh bisa jadi zhalim.
Kenapa? Karena sebetulnya bisa jadi ada ikatan utang-piutang.
Namun karena tidak ada alat bukti, akhirnya pihak yang berutang merasa di atas angin sehingga dia menentang, dia mengingkari ikatan utang-piutang tersebut. Karena dia merasa yakin, percaya bahwa pihak kreditur tidak akan bisa membuktikan utang-piutang tersebut. Sehingga dia memilih jalur yang keji yaitu mengingkari, mendustakan ikatan utang-piutang tersebut.
Dalam kasus semacam ini, tentu pihak yang menuduh dirugikan. Namun kadang kala pihak kreditur akhirnya berpikir realistis kalau menempuh jalur hukum bisa jadi biayanya lebih mahal, panjang urusannya, merepotkan. Akhirnya dia rela dengan solusi damai. Dengan mengatakan, "Bayarlah separuh dari piutang saya, separuhnya saya maafkan".
Dia terpaksa memaafkan, karena daripada dia repot, daripada dia mengeluarkan biaya yang lebih banyak atau bahkan daripada tidak bisa mendapatkan sama sekali hartanya. Dia akhirnya mengalah.
Lebih baik menerima separuh dibanding tidak bisa mendapatkan apapun, dalam kasus semacam ini tentu pihak tertuduh zhalim. Namun pihak penuduh, karena sebetulnya dia berhak, namun sayang dia tidak memiliki alat bukti yang cukup kuat, akhirnya dia realistis. Tentu ini satu maslahat.
Sedangkan kalau ditinjau dari dalil, maka dalil-dalil yang mensyariatkan ash-shulhu (الصلح) itu bersifat umum seperti ayat di atas.
وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌۭ
"Perjanjian damai itu adalah suatu hal yang baik"
Sebagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam juga bersabda:
الصُّلحُ جائزٌ بينَ المسلمينَ إلَّا صلحًا أحلَّ حرامًا ، أو حرَّم حلالًا
Perdamaian antara dua pihak itu hukum asalnya boleh, kecuali perdamaian yang menyebabkan engkau memakan atau melanggar yang haram atau menyebabkan engkau terhalang dari sesuatu yang halal.
"Perdamaian yang menyebabkan engkau mengharamkan yang mereka halalkan atau menghalalkan yang haram".
Sehingga hadits ini dan juga ayat di atas menunjukkan bahwa hukum asal perdamaian itu boleh. Apalagi bila terbukti perdamaian itu membawa maslahat atau minimal meminimalis (memperkecil) mudharat.
Sehingga sekali lagi (wallahu ta'ala a'lam) secara tinjauan dalil membatasi ash-shulhu (الصلح) perdamaian hanya dalam kondisi yang sempit yaitu di saat terjadi kesepakatan saling mengakui.
Ini secara tinjauan dalil, ini kurang kuat karena dalil-dalil yang berkaitan dengan ash-shulhu (الصلح) perdamaian itu bersifat umum tanpa ada batasan yang sebagaimana dijelaskan di atas.
Wallahu ta'ala a'lam.
Ini yang bisa kami sampaikan, semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menambahkan taufik hidayah kepada anda sekalian. Kurang lebihnya mohon maaf.
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Komentar
Posting Komentar