DI-0079 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Kedua
🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
▪🗓 JUM’AT
| 28 Dzulqa’dah 1442H
| 09 Juli 2021M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja
🔈 Audio ke-79
📖 Al-Hawalah (Transfer Hutang Piutang) Bagian Kedua
~•~•~•~•~
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد
Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Masih bersama untaian (matan) atau kata-kata dari Al Imam Al Mualif Abu Syuja' Rahimahullahu Ta'ala. Dalam kitabnya Matan Al Ghayah Fil Ihtishor.
Kali ini kita sampai pada pembahasan tentang Al Hawalah yaitu mentransfer hutang. Secara de facto sekarang di masyarakat, praktek hawalah ini sangat digemari dan banyak terjadi di masyarakat.
Sehingga adanya syari'at hawalah, dibenarkannya praktek hawalah, baik hutang uang ataupun hutang barang. Ini tentu sangat relevan (sejalan) dengan percepatan bisnis di dunia modern semacam ini.
Seperti yang terjadi pada praktek drop shipping, misalnya. Skema drop shipping bisa jadi menemukan atau sejalan dengan praktek hawalah. Kenapa? karena seorang drop shipper (orang yang menjalankan praktek perdagangan dengan sistem drop shipping) dia menjual barang kepada, misalnya Si A ini sebagai seorang drop shipper.
Dia menjual barang kepada si B berupa satu unit komputer dengan spec kriteria yang telah disepakati. Kemudian si A ini secara de facto, dia tidak punya barang. Namun dia menggunakan skema salam. Karena si B ketika order dia melakukan pembayaran tunai.
Sehingga secara hukum si A memiliki tanggungan, memiliki kewajiban untuk menyerahkan satu unit komputer dengan spec yang telah di sepakati. Kemudian si A karena dia tidak punya barang, tetapi dia telah mendapatkan pembayaran lunas.
Dengan pembayaran ini dia membeli barang tersebut kepada si C dengan kriteria yang sama. Daripada si C mengirimkan barang kepada A terlebih dahulu, kemudian A baru mengirimkan barang kepada si B. Padahal pada proses delivery ini sangat berpotensi terjadi kerusakan barang, keterlambatan pengiriman barang, dan juga tentu menimbulkan cost baru.
Maka solusi yang sering ditempuh oleh para pengguna skema drop shipping ini mereka langsung. Si A memerintahkan bersepakat dengan si C agar si C langsung mengirimkan barang yang dia beli kepada si B atas nama si A. Sehingga si B ketika menerima barang dia mengira bahwa ini barang dikirim dari alamatnya si A. Padahal sejatinya barang tersebut dikirim dari alamatnya si C.
Skema semacam ini di zaman sekarang ini, banyak diterapkan oleh para drop shipper. Dan ini sejatinya memenuhi kriteria hawalah. Tentu setelah kita mengetahui bahwa hawalah itu suatu praktek yang legal (yang halal) dalam hukum Islam.
Bahkan itu membawa banyak manfaat, membawa banyak keuntungan bagi kemudahan bagi banyak orang. Maka tentu hukum hawalah tentu harus kita kaji lebih dalam. Tidak cukup kita hanya mengetahui bahwa secara global hawalah itu benar.
Al-Mualif Rahimahullahu Al Imam Abu Syuja' mengatakan,
و شرائط الحوالة أربعة أشياء
Kriteria atau syarat dibolehkannya praktek Al-Hawalah ini, itu ada 4.
Al Mualif Rahimahullahu dalam pernyataannya ini merasa tidak perlu untuk mengatakan (untuk menjelaskan) tentang hukumnya. Namun beliau langsung masuk pada inti dari pembahasan yang diperlukan yaitu syarat-syarat hawalah.
Kenapa demikian? Karena ini merupakan satu isyarat dari beliau tersendiri bahwa hukum hawalah itu telah selesai (tidak perlu dikaji). Karena itu suatu yang disepakati oleh kalangan para ulama (suatu yang boleh). Sehingga tidak perlu didudukkan kembali karena itu sudah final (sudah selesai).
Dan telah terjadi 1 konsensus (kesepakatan) bahwa hawalah itu suatu praktek yang legal dan hukumnya halal secara hukum syari'at. Sehingga beliau merasa cukup untuk menjelaskan tentang syaratnya. Dan kata beliau syarat untuk bisa melakukan praktek Hawalah itu ada 4:
1. Yang pertama,
رضا المحيل، وقبول المحتال
Yang pertama adalah المحيل (pihak pertama) yaitu si A yang secara istilah ilmu fiqih disebut المحيل . Karena dialah yang memindahkan piutang si B dari dirinya kepada si C. Sehingga dia disebut sebagai المحيل (yang mentransferkan) hutang.
2. Kemudian yang kedua adalah المحتال (pihak kedua) yang piutangnya dialihkan tagihannya kepada pihak ketiga. Itu disebut di dalam ilmu fiqih dengan kata-kata المحتال. Kedua orang ini harus ada kesepakatan ketika keduanya sepakat maka hawalah itu sah. Karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
Penundaan (ketika ada praktek menunda-nunda), penundaan pelunasan hutang yang dilakukan oleh orang yang sudah mampu, memiliki kecukupan, memiliki kemampuan untuk melakukan pelunasan. Ketika dia menunda, maka kata Nabi itu adalah sebuah bentuk kezhaliman.
Sehingga siapapun dari kalian yang memiliki piutang atau menagih hutangnya kepada seseorang dan ternyata oleh pihak yang ditagih (pihak debitur, pihak yang berhutang) piutang anda ditransferkan kepada orang مَلِيءٍ (orang yang mampu melakukan pelunasan, orang yang kooperatif, bersikap baik, jujur) ﻓَﻠْﻴَﺘْﺒَﻊْ maka hendaknya dia nurut, dia menerima pemindahan atau transfer tagihan tersebut.
Dalam hadits ini, Nabi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam hanya menyebutkan dua pihak :
• Pihak pertama yaitu si A yang mentransferkan hutangnya.
• Dan pihak kedua yaitu pihak yang kreditur (pihak yang menagih).
Ketika dua pihak ini telah sepakat, maka pihak ketiga (yaitu si C) yang berkewajiban. Dia suka atau tidak suka, dia harus menerima. Dia harus nurut untuk menyelesaikan hutangnya kepada si A dengan dibayarkan kepada siapa? Kepada si B.
Dari hadits ini para ahli fiqih menyimpulkan bahwa syarat pertama dibolehkannya transfer hutang adalah adanya kesepakatan, kerelaan (Ridho) dari pihak yang mentransfer kepada pihak yang ditransferkan piutang atau dipindahkan tagihannya kepada pihak ketiga.
Adapun pihak ketiga, ia suka atau tidak suka, maka kerelaannya tidak dipermasalahkan. Alias tidak menjadi persyaratan dalam sahnya akad hawalah.
Ini yang bisa saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla menambahkan taufik dan hidayah-Nya kepada Anda. Kurang dan lebihnya mohon maaf.
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Komentar
Posting Komentar