DI-0092 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Adh-Dhoman (Penjaminan Hutang) Bagian Kelima

 🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad

▪🗓 RABU
 | 25 Dzulhijjah 1442H
 | 04 Agustus 2021M

🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 Audio ke-92
📖 Adh-Dhoman (Penjaminan Hutang) Bagian Kelima

~•~•~•~•~

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله  وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد


Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Kita masih dalam pembahasan Adh-Dhoman.

Al-Muallif mengatakan:

وإذا غرم الضامن رجع على المضمون عنه إذا كان الضمان والقضاء بإذنه

Dan bila penjamin utang itu ternyata dia membayarkan utang. Dia membayarkan dalam kondisi tertentu atau (dalam) karena pihak debitur gagal bayar atau kreditur terhambat dari mendapatkan dari debitur yang mengutangi, tidak bisa menagihkan piutangnya kepada yang berutang karena satu atau dua alasan.

Sehingga penjamin akhirnya membayar utang, maka penjamin berhak untuk menagihkan kembali apa yang telah dia bayarkan kepada orang yang dia jamin utangnya.

Atau المضمون عنه pihak debitur yang secara de facto dialah yang seharusnya berkewajiban membayar utang, dengan catatan adanya hak menagihkan kembali kepada pihak debitur, kepada pihak yang berutang ini, dengan catatan bila akad penjaminan ini terjadi atas kesepakatan dan atas restu dari pihak yang berutang.

Dengan demikian bila penjaminan ini terjadi tanpa sepengetahuan dan tanpa restu dari yang berutang maka penjamin tidak berhak untuk mengklaimkan kembali apa yang dia bayarkan kepada kreditur, kepada debitur kepada pihak yang berutang karena dia membayarkan utang orang lain tanpa seizin dari yang berutang.

Sehingga ini memberikan satu pelajaran penting bagi kita, bahwa dalam penjaminan utang sangat memungkinkan terjadinya penjaminan utang tanpa sepengetahuan pihak yang berutang.

Sebagaimana kasus yang terjadi pada Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu 'anhu. Ketika dia menjamin utang si mayit (orang yang meninggal dunia di zaman Nabi) ada seorang yang meninggal dunia kemudian Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam hendak menyalatkan orang tersebut.

Sebelum menyalati Nabi bertanya, "Apakah orang ini mati dalam kondisi meninggalkan utang?"

Para sahabat menjawab, "Iya dua dirham atau dua dinar”.

Apakah dia meninggalkan aset yang bisa digunakan untuk meluasi utangnya?

Para sahabat menjawab, "Tidak"

Kata Nabi kalau demikian shalatilah kerabat kalian ini. Nabi enggan menyalati orang tersebut, sebagai bentuk warning kepada kaum muslimin agar tidak ceroboh, agar tidak gampang-gampang dalam berutang. Karena berutang dalam nominal yang di luar kapasitas kita, berutang tanpa perencanaan yang jelas, asal berutang tanpa ada perencanaan yang jelas untuk bisa melunasi.

Ini satu perbuatan yang dzalim, ini dikategorikan sebagai bentuk kesengajaan merusak atau mengambil harta orang lain, merusakkan harta orang lain, dan ini tentu adalah suatu perbuatan dzalim, karena itu Nabi ingin memberikan warning kepada para sahabat agar tidak ceroboh dan tidak gegabah dalam mengambil utang.

Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu merasa iba kepada sahabat ini yang mungkin dulu juga tidak ingin berbuat jahat.  Maka Abu Qatadah karena merasa iba beliau secara sepihak spontan mengatakan, "Ya Rasulullah, utang dia aku yang menanggungnya".

Dalam kasus ini berarti dengan jelas Abu Qatadah menjamin utang si mayit tersebut dan tentu tanpa restu dari si mayit, karena si mayit tidak lagi mungkin bisa memberikan restu atau mengizinkan. Dan ini bukti nyata, dalil yang nyata, bahwa menjamin utang orang lain itu boleh walaupun yang berutang tidak tahu menahu.

Karena bisa jadi yang berutang itu merasa sungkan, merasa risih bila ketahuan dia berutang. Dia tidak ingin ketahuan berutang, dan mungkin dia akan merasa malu kepada anda kalau anda sampai membayarkan utangnya tapi anda tahu utang tersebut.

Maka anda bisa secara sepihak datang kepada pihak kreditur yang telah mengutangi bahwa kalau jatuh tempo nanti si fulan gagal bayar saya akan bayarnya tapi tolong jangan bilang-bilang, jangan sampaikan kepada dia. Seperti ini dibenarkan dalam islam.

Sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Abu Qatadah, dia memberikan penjaminan utang tanpa restu dari orang yang berutang karena orang yang berutang telah meninggal dunia.

Dan syarat yang kedua, anda boleh menagihkan kembali apa yang telah anda bayarkan kepada kreditur bila yang pertama anda menjamin utang tersebut atas restu dari pihak yang berutang dan yang kedua ketika anda membayarkannya pun anda terlebih dahulu meminta restu kepada pihak yang berutang.

Kenapa demikian? Karena bisa jadi pihak yang berutang tersebut tidak ingin memiliki utang kepada anda. Dia siap berutang kepada orang lain namun kepada anda belum tentu. Karena mungkin dia malu segan dan lain sebagainya. Tidak ingin punya utang budi kepada anda.


Atau bisa jadi pihak yang berutang tersebut dalam kondisi mu'sir dalam kondisi sebetulnya masih bisa meminta untuk ditunda pembayarannya. Karena dia dalam kondisi mu'sir (dalam kondisi yang sulit keuangannya) sehingga boleh dinegoisasi ulang, untuk direstrukrisasi utangnya, direncanakan ulang pembayaran utangnya.

Atau bisa jadi sebetulnya dia mampu, namun karena faktor dia sedang menghitung keuangannya, merencanakan keuangannya, atau mungkin dia sedang menjual asetnya yang akan segera laku dan segera bisa dia melunasi utangnya.

Sehingga tanpa perlu harus berutang kepada orang kedua atau orang ketiga, sehingga bila anda melunasi utangnya tanpa sepengetahuan pihak yang berutang maka anda tidak berhak mengklaimkan kembali nominal utang tersebut kepada orang yang anda jamin.

Kenapa? Karena, perlu diingat penjaminan utang itu termasuk akad muamalah dan akad itu idealnya dilakukan atas dasar suka sama suka, sehingga bisa jadi walaupun pada awalnya dia rela untuk anda jamin utangnya namun belum tentu dia rela dan merestui bila anda betul-betul membayarkan utangnya.

Bisa jadi ada orang yang punya izzah punya anafah, punya harga diri yang tinggi, punya gengsi yang tinggi. Semula dia terpaksa untuk bisa mendapatkan pinjaman tersebut, sehingga mungkin dia rela malu di depan anda, minta untuk dijamin utangnya.  

Namun ketika jatuh tempo, belum tentu dia mau bila anda betul-betul membayarkan utangnya. Sebetulnya dia lebih memilih untuk berkomunikasi dengan kreditur untuk membuat kesepakatan baru. Misalnya barter barang, misalnya pembayarannya tidak dengan uang, pembayarannya dengan barang lain atau dengan jasa.


Atau mungkin juga pihak kreditur sebetulnya juga siap memberikan tangguh kepada pihak debitur yang berutang. Sehingga pihak yang berutang bisa jadi merasa keberatan untuk dibayarkan utangnya karena dia tidak ingin berutang budi kepada orang lain selain yang telah mengutangi dirinya tersebut.

Ini pertimbangan-pertimbangan yang patut untuk diakomodir sehingga kalau sampai anda sebagai penjamin utang membayarkan tanpa sepengetahuan orang yang anda jamin, maka anda secara prinsip dalam ilmu fiqih tidak berhak sebagaimana pihak yang anda jamin juga berhak untuk menolak mengembalikan nominal uang yang anda bayarkan karena anda membayarkannya tanpa izin, tanpa pemberitahuan dan tanpa restu.

Bisa jadi anda pagi-pagi sudah melunasi padahal pihak yang berutang masih punya ruang waktu yang cukup untuk melakukan pelunasan. Mungkin di siang hari dia bisa melunasi, di sore hari dia melunasi. Karena hari itu terhitung hingga maghrib. Bisa jadi pagi-pagi anda sudah melunasinya.

Ini tentu beberapa alasan yang perlu diakomodir, sehingga seperti yang dijelaskan oleh muallif bahwa kalau anda sampai membayarkan utangnya tanpa sepengetahuan dan tanpa restu pihak debitur maka anda tidak berhak untuk mengklaimkan ulang nominal yang anda bayarkan kepada pihak debitur.

Karena anda telah melakukan satu tindakan tanpa restu dari orang yang berkewajiban. Padahal hukum asalnya seperti yang tadi diutarakan setiap muamalah itu haruslah ditunaikan dengan prinsip tarādhin (suka sama suka).

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.


وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•

Komentar