DI-0093 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Adh-Dhoman (Penjaminan Hutang) Bagian Keenam
🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
▪🗓 KAMIS
| 26 Dzulhijjah 1442H
| 05 Agustus 2021M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja
🔈 Audio ke-93
📖 Adh-Dhoman (Penjaminan Hutang) Bagian Keenam
~•~•~•~•~
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد
Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kita masih dalam pembahasan Adh-Dhoman.
Al-Muallif mengatakan:
ولا يصح ضمان المجهول ولا ما لم يجب إلا درك البيع
"Tidak sah memberikan jaminan utang yang belum jelas nominalnya (tidak jelas berapa nominalnya) dan juga utang yang belum pasti, kecuali jaminan atas resiko barang yang dijual, kerusakan, atau kalau ternyata kemudian hari barang yang dijual tersebut ternyata adalah barang milik orang lain, terbukti itu milik orang lain." Itu disebut دَرك المَبِيْع
Sehingga di sini muallif karena penjaminan utang itu termasuk muamalah, sedangkan muamalah itu dikategorikan dalam hal ini termasuk jual-beli utang dengan utang.
Yang semula harusnya tidak boleh namun diizinkan (dibolehkan) karena adanya hajjah (kebutuhan) untuk membolehkan akad semacam ini. Maka harus dalam kondisi transparan.
Dengan demikian utang-piutang yang belum jelas nominalnya dan juga utang-piutang yang belum tentu terjadi, itu tidak boleh menjadi obyek akad penjaminan, karena itu termasuk gharar.
Menurut filosofi dalam madzhab Asy-Syafī'i pihak yang berutang itu seakan-akan menjual utangnya (kewajiban dia) kepada pihak penjamin, dan penjamin akan mendapatkan pembayaran yang sama pada waktu lain.
Ini alasan yang menjadikan para ulama Syafī'i menggunakan dalil yang berkaitan dengan larangan gharar. Sehingga utang-piutang yang belum jelas nominalnya, utang-piutang yang belum jelas terjadi atau tidak, tidak boleh dijamin, tidak boleh menjadi objek akad penjaminan utang.
Namun seperti yang disampaikan sebelumnya pula bahwa yang lebih tepat penjaminan utang itu termasuk akad sosial bukan akad jual-beli. Ini hanya sekedar instrumen untuk memberikan ketenangan kepada kreditur bahwa hak dia akan kembali serupa dengan akad rahn (akad pegadaian), serupa dengan akad syahadah (persaksian) instrumen alat bukti.
Sehingga penjaminan utang ini lebih dominan aspek sosialnya dibandingkan aspek komersialnya. Sehingga wallahu ta'ala a'lam yang lebih tepat adalah menjamin utang yang belum jelas, utang yang nominalnya belum jelas juga, tidak masalah, asalkan itu dilakukan secara taradhin dan penjaminnya betul-betul mampu.
Karena secara hukum prinsip muamalah yang terjadi antara manusia hukum asalnya boleh selama tidak berbenturan dengan dalil-dalil yang qath'i dengan dalil yang tegas, shahih, valid yang melarang praktik-praktik yang semacam itu. Selama tidak ada larangan maka hukum asalnya boleh.
إلا درك البيع
Kecuali menurut penjelasan madzab Asy-Syafī'i menjamin kerusakan ataupun barang yang dijual, kalau terbukti itu ternyata bukan barang milik penjual, itu sah walaupun itu termasuk kategori menjamin sesuatu yang belum tentu.
Namun ketika kita kembalikan kepada hukum asal muamalah itu boleh, dan itu pendapat yang lebih rajih dibanding dengan apa yang diutarakan oleh muallif di sini, maka tidak perlu ada pengecualian semacam ini.
Karena utang-piutang apapun selama ada kesepakatan dan kesanggupan untuk menjamin utang, maka secara hukum prinsipnya (secara prinsip dasar dalam muamalah) boleh.
Karena الأصل في المعاملات الحل hukum asal mualamah berinteraksi sesama manusia itu halal selama tidak ada dalil yang tegas, dalil yang valid melarangnya.
Ini yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.
وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Komentar
Posting Komentar