DI-0096 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Al Kafalah (Menjamin Badan Orang yang Memiliki Tanggungan Finansial)
🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
▪🗓 SELASA
| 01 Muharam 1443H
| 10 Agustus 2021M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja
🔈 Audio ke-96
📖 Al Kafalah (Menjamin Badan Orang yang Memiliki Tanggungan Finansial)
~•~•~•~•~
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد
Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Muallif rahimahullah mengatakan:
والكفالة بالبدن جائزة إذا كان على المكفول به حق لآدمي
Sekarang beliau berpindah kepada tema menjamin orang (menanggung fisik orang) yang memiliki tanggung-jawab finansial, itu dibolehkan.
Misalnya anda menyatakan kepada pihak kreditur, "Saya siap menghadirkan orangnya, kalau dia pergi, saya siap mendatangkannya kembali". Ini namanya menjamin badan, الكفالة بالبدن.
Artinya anda menyatakan siap menghadirkan orangnya, bukan membayar utangnya, yang anda tanggung adalah menghadirkan orangnya. Orang yang memiliki tanggungan finansial, anda tidak menyatakan menanggung utangnya, tapi anda hanya menanggung atau menyatakan siap menghadirkan orang tersebut, yang disebut الكفالة بالبدن
Beliau mengatakan:
الكفالة بالبدن جائزة
Menyatakan mengutarakan jaminan bahwa anda siap menghadirkan orang tersebut untuk kemudian dihadirkan di majelis hakim, di peradilan, atau yang lainnya itu sah. Selama tanggungan orang tersebut bersifat finansial semata, yaitu dalam urusan perdata saja bukan urusan pidana.
Hanya urusan perdata yaitu karena ada gugatan atas sengketa harta dan serupa, ini boleh karena dalam Al-Qur'an juga telah dinyatakan tentang adanya الكفالة بالبدن ini.
وَلِمَن جَآءَ بِهِۦ حِمْلُ بَعِيرٍۢ وَأَنَا۠ بِهِۦ زَعِيمٌۭ
"Dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” [QS Yusuf: 72]
Pada kisah selanjutnya,
لَنْ أُرْسِلَهُۥ مَعَكُمْ حَتَّىٰ تُؤْتُونِ مَوْثِقًۭا
"Aku tidak akan mengutus atau mengirimkan Benjamin untuk kalian ajak berburu kecuali kalau kalian telah memberikan jaminan.” [QS Yusuf: 66]
Singkat cerita Yusuf alayhissallam yang kala itu telah menjadi menteri (perdana menteri) di kerajaan Mesir. Ketika mengetahui Benjamin telah hadir di depannya, hadir karena mereka ingin meminta sumbangan bahan makanan.
Maka nabi Yusuf alayhissallam membuat satu rekayasa agar bisa menahan saudaranya Benjamin agar tidak dibawa lagi bersama saudara-saudara seayahnya. Khawatir kalau Benjamin nanti disakiti atau dikhianati sebagaimana mereka sebelumnya telah mengkhianati Nabi Yusuf.
Maka Nabi Yusuf membuat rekayasa mengesankan bahwa Benjamin mencuri, padahal tidak. Sehingga ia sengaja memasukkan timbangan ke tunggangan atau ke perbekalannya Benjamin.
Kemudian ketika rombongan Benjamin dan saudaranya beranjak pergi, Yusuf alayhissallam mengutus seorang untuk membuat satu pengumuman bahwa perdana menteri kehilangan timbangannya, takarannya. Berarti ada yang mencuri.
Maka akhirnya diperiksalah satu persatu rombongan Benjamin dan ternyata ditemukan timbangan itu ada di tunggangannya Benjamin, maka Benjamin ditahan. Saudara-saudaranya (saudara seayahnya) berusaha membujuk Nabi Yusuf agar melepaskan Benjamin dan mengganti orang lain (sebagai tahanan).
خُذْ أَحَدَنَا مَكَانَهُۥٓ
Katanya: "Tahan saja satu dari kami, jangan Benjamin”.
Karena Benjamin kami telah berkomitmen (telah bersumpah) di depan ayah untuk bisa membawanya kembali. Namun ternyata, nabi Yusuf tidak menerima usulan tersebut.
Kesimpulannya pendek kata, pada kisah ini Allah menceritakan adanya keinginan (usulan) dari saudara-saudara seayah Nabi Yusuf, agar Nabi Yusuf mau mengganti Benjamin dengan orang lain. Menawan orang lain sebagai gantinya Benjamin (sebagai jaminannya Benjamin). Ternyata Nabi Yusuf tidak menerima ini.
Sehingga dalam kisah ini ada upaya, ada pembenaran praktik mengganti, menjamin, orang yang telah berbuat kriminal. Karena di dalam Al-Qur'an tidak ada pengingkaran terhadap praktik ini, sebagaimana Nabi juga tidak mengingkari praktik ini. Sehingga dalam kasus ini, bisa dikatakan berlaku kaidah,
شرع من قبلنا شرع لنا إذا لم يرد شرعنا ما يخالف
Syari'at umat sebelum kita itu juga berlaku sebagai syari'at kita selama di dalam syari'at kita tidak ada dalil yang tegas menganulir atau melarang syari'at tersebut.
Kisah ini diceritakan dalam Al-Quran tanpa ada pengingkaran, dan juga tanpa ada pengingkaran dari Nabi, sehingga ini cukup menjadi alasan untuk kemudian mengatakan bahwa menjamin orang yang berbuat kriminal itu juga sah (boleh).
Sehingga muncul pertanyaan, lalu bagaimana kalau ternyata pelaku dosanya, pelaku kriminalnya ternyata betul-betul kabur, tidak mau kembali?
Siapa yang akan dieksekusi?
Maka konsekuensi dari membolehkan menjamin pelaku kriminal itu adalah penjamin tadi dialah yang akan dieksekusi. Kalau dia yang membunuh maka dialah yang akan dibunuh. Kalau kasusnya dalam pencurian, maka penjaminnya akan dipotong tangannya, demikian seterusnya.
Dan inilah yang menjadikan ulama Asy-Syafī'i mengatakan menjamin pelaku kriminal itu tidak sah. Karena akan berdampak, akan berakibat menghukumi orang yang tidak berbuat dosa.
Penjamin itu tidak melakukan dosa, bukan pelaku kriminal namun memfatwakan bolehnya الكفالة بالبدن menjamin pelaku kriminal ini. Ini akan berkonsekuensi seperti ini. Oleh karena itu para ulama Asy-Syafī'i mengatakan:
إذا كان على المكفول به حق لآدمي
Boleh dijamin kalau yang dijamin itu kaitannya dengan hukum perdata, maka boleh.
Tapi kalau yang dijamin itu adalah hukuman fisik karena pelakunya melakukan tindak kriminal yang mengharuskan dia misalnya dirajam, dibunuh, dipotong tangannya, dicambuk, maka menurut fuqaha Asy-Syafī'iyyah tidak dibenarkan.
Kenapa? Karena ini akan berdampak, berkonsekuensi pada menghukumi selain pelaku, padahal Allāh telah berfirman:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌۭ وِزْرَ أُخْرَىٰ
"Dan setiap jiwa itu tidak berkewajiban menanggung dosa orang lain.”
Namun ayat ini tentu bersifat umum, sedangkan telah ditemukan satu dalil yang lebih spesifik, Nabi telah bersabda:
الزعيم ضامن
Az-Za’im semakna dengan kafīl, orang yang menanggung yaitu yang disebut kafīl, dhommin, dia bertanggung jawab.
Keumuman hadits ini berlaku pada penjaminan perdata dan juga berlaku pada penjaminan pidana. Oleh karena itu Allah ta'ala a'lam pendapat yang lebih kuat dalam hal ini، adalah pendapat yang menyatakan atau membolehkan adanya penjaminan dalam kasus-kasus perdata dan juga pidana.
Dan sebagai konsekuensi adanya penjaminan maka siapapun yang menjamin, maka:
Kalau memang diputuskan dia harus mengganti, dia harus membayar, maka dia harus membayar, sebagai konsekuensi penjaminan.
Kalau ternyata pihak yang dijamin ngemplang tidak kooperatif maka dia harus menjamin (membayar).
Kalau ternyata pihak yang dijamin kabur dan ternyata kasusnya adalah kasus pidana, maka dia harus menjalani hukuman.
Itu sebagai konsekuensi dari aplikasi sabda Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam pada haditsnya.
الزعيم ضامن
Semakna dengan kafil, orang yang menanggung orang lain, menjamin orang lain itu berkewajiban dhāmin (ضامن), berkewajiban menanggung apa yang dia jamin tersebut. Baik itu berkaitan dengan pidana ataupun berkaitan perdata, berkaitan dengan uang (tagihan uang) finansial ataupun berkaitan dengan hukuman fisik.
Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan serta lebihnya saya mohon maaf.
وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Komentar
Posting Komentar