DI-0100 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Syarikat Dagang – Syarat-Syaratnya (Bagian Kedua)
🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
▪🗓 KAMIS
| 16 Shafar 1443H
| 23 September 2021M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja
🔈 Audio ke-100
📖 Syarikat Dagang – Syarat-Syaratnya (Bagian Kedua)
~•~•~•~•~
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد
Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kita memasuki pembahasan tentang syarikat perdagangan atau yang dikenal dengan As-syirkah الشركة. Al-Imam Al-Muallif rahimahullah ta'ala (Imam Abu Syuja) mengatakan:
وأن يتفقا في الجنس والنوع
Yaitu modalnya harus sama
Syarat kedua modalnya harus sama. Dinar dengan dinar, dirham dengan dirham. Tidak boleh satu pihak setor modal dalam bentuk dinar, pihak kedua setor dalam bentuk dirham.
Kenapa? Karena alasan yang telah diutarakan di atas, adanya fluktuasi nilai itu akan terjadi lagi dipraktek semacam ini. Setor modal dinar dan setor modal dirham.
Karena ketika mata uang dinar dikonversikan dalam bentuk dirham atau sebaliknya dirham ditukar kepada dinar. Maka nilai tukar dirham berbanding dinar atau sebaliknya itu, juga mengalami fluktuasi, kadang naik kadang turun.
Bahkan di zaman Nabi dikenal dalam banyak riwayat satu dinar itu senilai dengan sepuluh dirham. Namun di zaman khalifah Umar bin Khathab, di beberapa riwayat disebutkan satu dinar itu senilai dengan duabelas dirham. Alias terjadi pelemahan nilai dirham dan penguatan nilai dinar.
Kalau modal tersetor keduanya itu beda jenis, satu dinar satu dirham, maka ruang terjadinya sengketa karena terjadinya fluktuasi nilai tukar, ini akan sangat lebar. Dan tentu ini akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Dan Islam tidak ingin perdagangan itu membuka celah kemungkaran, celah percekcokan, celah persengketaan di tengah-tengah umat Islam.
Oleh karena itu fuqaha Syafi'iyyah, para penganut ahli fiqih dari kalangan madzhab Syafi'i bersyarat. Kalau ingin bersyarikat dagang maka syaratnya modal tersetor harus sejenis dinar dengan dinar, atau dirham dengan dirham. Tidak boleh beda jenis, dengan alasan yang telah dikemukakan di atas.
Namun sekali lagi, kalau dikaji lebih lanjut maka alasan yang diutarakan ini kurang begitu kuat, karena perlu diketahui bahwa dinar dan dirham itu adalah alat transaksi. Itu adalah alat transaksi yang final, alat pembayaran yang sah, alat pembayaran yang betul-betul final.
Sehingga ketika modalnya, salah satu pihak modalnya dinar, pihak kedua modalnya dirham, maka ketika terjadi pemutusan kerja sama, maka pemodal yang setor modal dalam bentuk dirham modalnya dikembalikan dalam bentuk dirham, pemodal yang setor modal dalam bentuk dinar, maka dikembalikan dalam bentuk dinar.
Berapa pun nilainya tidak perlu dikonversi dalam bentuk mata uang lain, karena dinar itu adalah alat transaksi sah dan itu adalah alat transaksi yang final, dan dirham adalah alat transaksi yang sah dan juga alat transaksi yang final pula.
Sehingga tidak perlu ada konversi, karena fungsi dari keduanya sama yaitu sebagai alat pembayaran, alat standar nilai. Sehingga tidak perlu lagi adanya konversi seperti yang terjadi pada orang yang setor modal dalam bentuk barang.
Dengan demikian, wallahu ta'ala a'lam, kedua persyaratan yang diutarakan dalam madzhab Syafi'i, kedua persyaratan pertama yaitu modalnya harus dalam bentuk uang, persyaratan kedua jenis uangnya pun harus sama. Kalau ditinjau secara dalil, kurang begitu kuat.
Karena memang tidak ada dalil yang mendukung kedua persyaratan tersebut. Adanya hanya sebatas analisa atau tindakan preventif untuk menghindari terjadinya persengketaan (perselisihan) di kemudian hari.
Namun ternyata preventif ini, upaya penanggulangan terjadinya sengketa ini, ternyata tidak harus dengan mewajibkan dinar dan dirham tetapi bisa dengan cara-cara yang lain seperti yang diutarakan di atas.
Dengan demikian wallahu ta'ala a'lam. Pendapat yang lebih kuat, boleh berinvestasi, berserikat dagang dengan setor modal bukan dalam bentuk uang tunai tapi dalam bentuk barang. Dengan catatan barang tersebut dinominalkan dalam bentuk uang.
Sehingga kelak, ketika terjadi pemutusan kontrak, maka pengembalian modal itu dikonversikan atau dikembalikan dalam bentuk uang, atau dalam bentuk barang yang senilai dengan uang tersebut, yang senilai dengan uang tersebut.
Dengan demikian peluang untuk terjadinya sengketa itu tidak terjadi. Pembagian keuntungan juga bisa dilakukan kapan saja dan dengan mudah tanpa terhambat oleh fluktuasi nilai barang.
Wallāhu ta’ālā a’lam dan kurang lebihnya, saya mohon maaf.
بالله التوفيق والهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Komentar
Posting Komentar