DI-0102 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Syarikat Dagang – Syarat-Syaratnya (Bagian Keempat)

 🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad

▪🗓 SENIN
 | 20 Shafar 1443H
 | 27 September 2021M

🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 Audio ke-102
📖 Syarikat Dagang – Syarat-Syaratnya (Bagian Keempat)

~•~•~•~•~

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله  وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد

Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Masih bersama tema pembahasan tentang serikat dagang. Al Imam Al Mualif Rahimahullahu Ta'ala Al Imam Abu Syuja' mengatakan,


وأن يخلطا المالين

Hendaknya para pemodal mencampurkan seluruh modal yang mereka setorkan. Menjadikannya di satu tempat.

Kalau dalam madzhab Syafi'i, karena modalnya harus dalam bentuk uang tunai dan satu jenis, maka para fuqaha Syafi'iyah menyatakan bahwa uang dinar tersebut atau uang dirham yang telah disetorkan oleh seluruh pemodal itu dicampur.

Sehingga tidak lagi ketahuan mana modal yang disetor oleh si A dan mana yang disetor oleh si B, mana yang disetor pihak pertama mana yg disetor pihak kedua. Karena uangnya sudah dicampur menjadi satu wadah (menjadi satu tempat penyimpanan).

Tetapi ketika uangnya masih dipisah-pisahkan, pemodal pertama menyetor modalnya dalam bentuk dinar di dalam satu kantong berwarna merah, pemodal kedua menyetorkan modalnya dalam bentuk dinar di kantong berwarna hitam, belum dicampur. Maka praktek semacam ini tidak boleh.

Karena apa? Karena masih menyisakan peluang terjadinya sengketa. Karena bisa jadi setelah modal disetorkan ada sebagian yang hilang, dicuri orang, atau ketika digunakan untuk berbelanja maka rugi.

Sedangkan modal dari pihak kedua yang masih terpisah dalam kantong berwarna hitam, ketika digunakan belanja mendapatkan keuntungan. Sehingga bisa jadi nanti akan muncul sengketa dengan dalih modal anda susut. Karena ketika digunakan untuk berdagang rugi, sedangkan modal saya modal yang diberkahi. Sehingga ketika digunakan berdagang mendatangkan keuntungan.

Maka bisa jadi pemodal kedua tidak rela kalau keuntungannya dibagi berdua. Karena di mata dia keuntungan itu diperoleh dengan perdagangan yang dibiayai dari modal yang disetorkan, sehingga masih terjadi peluang terjadinya apa? Sengketa.

Ini pendapat yang diutarakan oleh banyak para ulama. Bukan hanya Madzhab Syafi'i, Madzhab Hambali pun demikian. Namun kalau kita telusuri lebih lanjut, kita kaji lebih dalam. Adakah dalil yang mensyaratkan bahwa uang yang telah disetorkan itu harus dicampur sehingga tidak lagi terpisah dalam dua wadah, dalam dua tempat penyimpanan?

Maka tidak ada dalil. Maka jawabannya tidak ditemukan dalil yang spesifik. Yang ada adalah upaya preventif untuk mencegah terjadinya sengketa, terjadinya pertentangan di kemudian hari.

Sehingga karena tidak ditemukan dalil yang spesifik, yang tegas. Maka ruang terjadinya perbedaan pendapat di kalangan para ulama terbuka lebar. Karenanya wajar bila kemudian ada pendapat kedua, walaupun itu pendapat minoritas.

Sebagian ulama menyatakan bahwa yang menjadi acuan bukan fisik uangnya dicampur, tetapi yang menjadi standar dan acuan bahwa modal betul-betul telah disetorkan adalah kewenangan kedua belah pihak yang berserikat dagang. Dan itu yang diutarakan oleh penulis, oleh Mualif Al Imam Abu Syuja' ketika Beliau mengatakan,


وأن يأذن كل وحدا منهما لصاحبه في التصرف

Hendaknya kedua belah pihak yang telah berserikat dagang, mengikatkan diri untuk berserikat dagang betul-betul memberikan izin (memberikan kewenangan) kepada partnernya untuk menggunakan modal yang telah tersetorkan dalam perniagaan.

Sehingga kewenangan kedua belah pihak sama dalam membelanjakan, dalam menggunakan modal tersebut. Tidak lagi dipisah-pisahkan ketika perdagangan yang dibiayai dari modal pertama, maka kewenangan lebih dominan di pemodal pertama.

Perdagangan yang dibiayai dari modal pihak kedua kewenangan yang lebih dominan ada pada pihak kedua. Tidak demikian. Tapi betul-betul kewenangan mereka sejajar, duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Kewenangan mereka untuk membelanjakan, untuk menentukan kebijakan “sama.”

Kenapa? Karena konsekuensi dari serikat dagang adalah adanya خلطا (adanya percampuran).

Dan kemudian konsekuensi kedua dari serikat dagang adalah:

Bahwa kedua belah pihak yang semula adalah dua pihak yang berbeda, yang terpisah berkomitmen untuk melebur menjadi satu pihak. Sehingga mereka bertindak bukan atas nama perorangan lagi. Tetapi mereka bertindak atas nama serikat atau yang disebut di zaman modern kita adalah PT.

Mereka bertindak tidak atas nama pribadi, tetapi bertindak mewakili PT-nya. Dengan demikian kewenangan para komisaris (para syuroka) itu sejajar. Kewenangannya sama-sama berhak untuk menentukan kebijakan, mengarahkan arah perdagangan kebijakan perusahaan sesuai dengan komposisi modal masing-masing.

Pemodal yang modalnya mayoritas 70%, maka kewenangan dia sebesar 70% untuk menentukan kebijakan. Sebagaimana pemodal yang modalnya 50% maka kewenangan dia juga 50% untuk menentukan kebijakan pada laju dan perputaran perusahaan.

Sehingga tidak lagi dipisahkan hartanya. Karena itu pendapat kedua mengatakan bahwa, yang penting bukan pada fisik uangnya bercampur. Yang paling urgent adalah kewenangan mereka menjadi satu. Melebur menjadi satu pihak.

Tidak lagi dikatakan, “ini uangnya si Fulan atau uangnya si Fulan.” Tetapi kepemilikan modal tersebut setelah terjadi akad serikat maka kepemilikan modal itu menjadi milik bersama. Walaupun dananya masih terpisah di dua brangkas misalnya, di dua tempat yang berbeda, tidak masalah.

Tidak harus dicampur fisiknya. Tetapi yang wajib bercampur adalah kewenangan untuk membelanjakan, kewenangan untuk menggunakan modal yang tersetor tersebut sesuai dengan komposisi modal masing-masing.

Ini yang menjadi acuan standarnya. Karena memang seluruh ulama telah bersepakat konsekuensi dari serikat adalah meleburnya dua belah pihak menjadi satu pihak. Yang semula mereka berdiri sendiri kemudian mereka menyatu menjadi satu badan hukum dalam istilah di konteks modernnya. Melebur menjadi satu pihak yang kemudian menamakan diri dengan sebuah PT.

Dalam konteks ekonomi kapitalis yang ada zaman sekarang. Kedua belah pihak yang semula mereka itu berhak berbuat sesuka hatinya pada harta masing-masing, maka dengan kesepakatan untuk berserikat dagang maka mereka melebur menjadi satu pihak. Sehingga tidak lagi atas nama perorangan tetapi mereka bertindak atas nama perusahaan.

Ini yang menjadi acuannya bukan sekedar fisiknya. Fisik uangnya berada di tempat yang berbeda atau menjadi satu tempat yang sama, kemudian diaduk merata “tidak.”

Yang menjadi acuan standarnya adalah kewenangan kedua belah pihak itu telah melebur dan mereka tidak lagi bertindak atas nama perorangan, tapi bertindak atas nama perusahaan. Karena memang konsekuensi dari serikat, apalagi ini serikat perdagangan itu adalah (Al is'tiraf fil tasaruf) berserikat dalam tindakan, dalam perniagaan.

Kalau ini telah terwujud, walaupun fisik uangnya berbeda tempat tetapi kewenangannya telah menyatu sehingga tidak ada lagi pihak pertama, pihak kedua. Yang ada adalah satu pihak yaitu pihak perusahaan. Maka substansi inti dari serikat dagang itu terwujud.

Sehingga tidak perlu lagi kita mengambil kulit kaku dengan mempersyaratkan bahwa uangnya harus dicampur apa lagi di konteks modern sekarang, di konteks perniagaan modern dengan perdagangan menggunakan uang giral ataupun uang elektronik.

Kewenangan kedua belah pihak yang kemudian melebur menjadi satu pihak itu sangat mudah diwujudkan. Yaitu dengan dana tersebut di letakkan dalam satu rekening, yaitu rekening perusahaan, bukan lagi rekening pribadi.

Dan secara aturan di undang-undang positif pun demikian. Bahwa modal perusahaan itu harus berada pada rekening atas nama perusahaan, bukan atas nama perorangan. Dan ketika mereka bertindak, mereka tidak lagi bertindak atas nama pribadi tetapi mereka bertindak sesuai dengan jabatan masing-masing yang mereka itu sebetulnya mewakili perusahaan atau mewakili PT.

Dengan demikian, kalau ini sudah terwujud mereka tidak lagi bertindak atas nama pribadi, walaupun menggunakan dana yang semula sumbernya adalah dari dirinya, tetapi karena mereka tidak lagi bertindak atas nama pribadi, maka substansi dari serikat dagang itu telah terwujud.

Dan kalau telah terwujud maka tidak ada urgensinya lagi mengaduk, mencampuradukkan dalam satu brangkas ataupun satu peti untuk menyimpan harta misalnya, atau brangkas uang misalnya. Tidak harus dicampur dalam satu wadah. Yang penting kewenangannya sekali lagi, kewenangannya telah menjadi satu. Tidak lagi ada yang bertindak atas nama pribadi, tetapi bertindak atas nama perusahaan.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.


وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•

Komentar