DI-0103 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Syarikat Dagang – Syarat-Syaratnya (Bagian Kelima)
🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
▪🗓 SELASA
| 21 Shafar 1443H
| 28 September 2021M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja
🔈 Audio ke-103
📖 Syarikat Dagang – Syarat-Syaratnya (Bagian Kelima)
~•~•~•~•~
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن والاه أمام بعد
Kaum muslimin dan muslimat peserta grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Masih bersama tema pembahasan tentang serikat dagang. Al Imam Al Mualif Rahimahullahu Ta'ala atau Al Imam Abu Syuja' mengatakan,
وأن يكون الربح والخسران على قدر المالين
Dan salah satu persyaratan serikat dagang adalah keuntungan dan kerugian itu harus ditanggung oleh semua sekutu dagang.
Masing-masing sesuai dengan komposisi modal yang dia setorkan. Pihak yang setor modal 70% maka dia berkewajiban menanggung 70% dari kerugian. Sebagaimana dia berhak untuk mendapatkan 70% dari keuntungan. Alias keuntungan, pembagian keuntungan dan pembagian kerugian itu berbanding lurus dengan komposisi modal masing-masing.
Kenapa harus berbanding lurus dan betul-betul sama? Karena, الربح نماء المال katanya. Para fuqaha Syafi'i memberikan satu analisa bahwa keuntungan itu adalah turunan dari modal, cabang dari modal. Sehingga التابع تابع, karena itu cabang, maka harus mengikuti induk. Harus mengikuti induknya, yaitu modalnya.
Bila induknya 70% itu milik A maka 70% dari keuntungan juga menjadi milik A. Tidak boleh berbeda, tidak boleh kalau terjadi A setor 70%, B 30% kemudian ketika pembagian hasil dibalik. Pemilik modal 30% mendapatkan 70% keuntungan, pemilik modal 70% mendapatkan 30% dari keuntungan.
Kenapa? Kalau ini terjadi, maka berarti mereka saling mendzalimi. Orang yang mendapatkan keuntungan lebih besar, mendapatkan porsi keuntungan yang lebih besar dibanding komposisi modal yang disetorkan itu berarti dia telah memakan sebagian harta partnernya dan itu tentu haram.
Demikian pula ketika terjadi kerugian. Ketika terjadi kerugian, maka masing-masing sekutu dagang (syariiq) berkewajiban menanggung kerugian sebesar persentase modal yang dia setorkan. Ini pendapat pertama. Alasannya الربح نماء المال, keuntungan itu adalah turunan dari harta atau cabang dari harta dan cabang harus mengikuti pokoknya.
Sebagaimana kerugian itu adalah فرع cabang dari adanya perserikatan dagang. Maka hukum cabang juga harus mengikuti pokoknya. Kalau pokoknya 30% milik si B, maka si B berkewajiban menanggung 30% dari kerugian dan begitupun seterusnya.
Masalah sebagian sekutu dagang lebih mahir dalam berdagang memiliki skill yang lebih bagus, maka itu diabaikan dalam Madzhab Syafi'i. Tidak boleh diakomodir dalam pembagian keuntungan ataupun kerugian.
Sekali lagi, perbedaan skill yang dimiliki oleh para partner sekutu dagang tidak diakomodir dalam proses pembagian keuntungan ataupun kerugian. Yang menjadi acuan utama adalah komposisi modal dari para sekutu dagang atau para partner.
Ini pendapat yang diutarakan dalam Madzhab Al Imam As Syafi'i Rahimahullahu Ta'ala.
Pendapat kedua, yaitu pendapat yang dianut dalam Madzhab Maliki dan juga didukung oleh Imam Ahmad dalam satu riwayat, bahwa kerugian harus berbanding lurus dengan komposisi modal. Siapapun yang modalnya 50% atau 70% maka dia berkewajiban menanggung kerugian kalau itu terjadi kerugian sebesar persentase modal yang dia setorkan. Tidak boleh lebih, tidak boleh kurang.
Tetapi pada praktek pembagian keuntungan, maka fuqaha para ahli fiqih dalam Madzhab Malikiyah dan juga Al Hanabilah berfatwa, “Boleh membuat kesepakatan yang intinya pembagian keuntungan tidak mengikuti komposisi modal. Tetapi memasukkan (mengakomodir) aspek skill. Siapapun yang skillnya lebih bagus, maka dia berhak mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibanding partner yang skillnya kurang bagus.”
Sehingga walaupun komposisi modalnya fifty-fifty (50% - 50%), tetapi ketika salah satu dari mereka memiliki skill yang lebih, memiliki jaringan yang lebih luas, memiliki misalnya pengalaman yang lebih lama (lebih bagus). Maka dia berhak mempersyaratkan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibanding persentase modal yang disetorkan.
Bisa jadi modal mereka sama, tetapi ketika satu dari mereka memiliki skill yang lebih tinggi dia berhak untuk bersyarat meminta bagian keuntungan dalam persentase yang lebih besar.
Dengan demikian walaupun modalnya fifty-fifty, apalagi itu disepakati. Memiliki skill, memiliki pengalaman, memiliki kinerja yang lebih besar (lebih bagus), memiliki kontribusi yang lebih banyak dalam menjalankan roda-roda perusahaan. Berhak meminta persentase keuntungan yang lebih besar dibanding persentase modal yang disetorkan.
Karena secara de facto, keuntungan itu didapat dari komposisi dua hal. Modal dan skill, modal dan kinerja. Sebagaimana komposisi modal diakomodir dalam penghitungan keuntungan, maka sepatutnya skill juga diakomodir dalam pembagian keuntungan.
Dan semua orang juga telah menyadari bahwa salah satu model serikat dagang adalah sarikat mudharabah. Yaitu pihak pertama setor modal, pihak kedua sebagai pelaku usahanya.
Dan ternyata semua ulama sepakat bahwa pihak kedua walaupun tidak punya modal, dia hanya berbekalkan skill ternyata dia berhak untuk mendapatkan bagian dari keuntungan. Padahal dia tidak punya modal sama sekali. Dia hanya memiliki skill, dia hanya menjalankan usaha.
Dan ternyata kinerja dia itu diakomodir dan kemudian atas kinerja dia, dia berhak mendapatkan bagian dari keuntungan. Alias secara tinjauan dalil, syari'at Islam mengakomodir peran kinerja, peran skill dari pengusaha.
Dengan demikian tidak aneh bila kemudian kita berpendapat bahwa sekutu dagang (partner dagang) yang memiliki skill lebih bagus, pengalaman lebih luas, jaringan yang lebih luas sehingga kontribusinya dalam mendatangkan keuntungan lebih besar dibanding partner yang lain, maka dia berhak untuk meminta persentase keuntungan yang lebih besar dibanding komposisi modal yang disetorkan.
Sehingga walaupun modal dia 50% tapi dia boleh meminta bagian keuntungan sebesar 70%. Kenapa? Karena dia berkontribusi lebih banyak dalam mendatangkan keuntungan. Kinerja dia memiliki peran yang lebih besar, lebih dominan dalam mendatangkan keuntungan dibanding peran partner kedua, misalnya.
Dan tentu kalau ketika kita bandingkan alasan kedua belah pihak ini, kita akan dapatkan pendapat kedua ini lebih logis, lebih masuk di akal, dan lebih dekat dengan keadilan. Karena sekedar menyatukan modal tidak serta merta bisa mendatangkan keuntungan.
Yang lebih perannya, yang lebih dominan dalam mendatangkan keuntungan adalah ketika mereka memiliki skill keahlian dalam mengelola dan menjalankan roda-roda perdagangan.
Karena itu, Wallahu A'lam. Pendapat yang kedua itu lebih kuat. Yaitu yang membolehkan praktek mengambil keuntungan lebih besar dibanding komposisi modalnya (persentase modal), dikarenakan dia memiliki kelebihan skill, atau peran yang lebih besar, atau kinerja yang lebih bagus, atau waktu kerja yang lebih lama dibanding pihak kedua.
Namun ketika mereka bekerja dalam waktu yang sama, skillnya sama, kontribusinya sama, maka hukum asalnya mereka harus berbuat adil. Yaitu pembagian modalnya sejalan dengan komposisi modal yang mereka setorkan masing-masing.
Ini tentu lebih dekat pada keadilan. Karena apa? kontribusi mereka sama, modal mereka sama. Maka acuan yang paling mendekati keadilan adalah menggunakan acuan komposisi modal yang disetorkan masing-masing.
Tetapi ketika skillnya berbeda, kontribusinya berbeda, tentu kita tidak pantas, tidak layak untuk mengabaikan kontribusi atau peran atau kinerja orang yang ternyata terbukti lebih banyak perannya dalam mendatangkan keuntungan atau lebih dominan kinerjanya.
Sehingga, Wallahu Ta'ala A'lam pendapat yang diajarkan dalam Madzhab Al-Imam Malik lebih relevan dengan fakta di masyarakat dan lebih mendekati pada keadilan.
Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Komentar
Posting Komentar