DI-0119- Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Al-Ikrar Atau Pengakuan - Bagian Kelima
🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
▪🗓 RABU
| 13 Rabi’ul Awwal 1443H
| 20 Oktober 2021M
🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja
🔈 Audio ke-119
📖 Al-Ikrar Atau Pengakuan - Bagian Kelima
~•~•~•~•~
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة و السلام على رسول الله أمام بعد
Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kita masih bersama matan Al-Ghayyah fi Al-Ikhtishar buah karya Syaikh Imam Abu Syuja' rahimahullahu ta’ala. Dan kita juga masih membahas pembahasan tentang Al-Ikrar (pengakuan).
Dikisahkan bahwa sahabat Ma'iz radhiyallahu ta’ala 'anhu yang telah membuat pengakuan bahwa dirinya telah berzina, maka Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam memerintahkan para sahabat untuk merajam sahabat Ma'iz radhiyallahu 'anhu.
فَلَمَّا أَذْلَقَتْهُ الْحِجَارَةُ
Dalam diriwayat, dijelaskan ketika Ma'iz mulai kesakitan karena dirajam (dilempari dengan bebatuan). Maka Ma'iz melarikan diri dan mengatakan:
رُدُّونِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَإِنَّ قَوْمِي قَتَلُونِي
Kembalikan aku kepada Nabi, hadapkan aku kembali kepada nabi, karena aku ditipu (katanya) oleh sebagian dari kerabatku sebagian dari tetanggaku. Mereka mengatakan bahwa kalau aku membuat pengakuan telah berzina katanya Nabi akan memaafkan aku. Aku tidak berzina katanya.
Ma'iz rujuk. Namun para sahabat kali itu yang belum memahami hukum rujuk dari ikrar dari pengakuan, mengabaikan perkataan Ma'iz dan tetap merajam sahabat Ma'iz, hingga akhirnya Ma'iz radhiyallahu ta'ala 'anhu meninggal dunia.
Ketika Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam mendapatkan cerita bahwa Ma'iz rujuk dari pengakuannya. Nabi bersabda kepada para sahabat:
هَلاَّ تَرَكْتُمُوهُ فَيَتُوبَ يَتُوبَ اللَّهُ عَلَيْهِ
"Mengapa kalian tidak membiarkan Ma'iz pergi? Bisa jadi dia betul-betul bertaubat kepada Allah dari perbuatan zinanya, sehingga Allah menerima taubatnya tanpa harus ditegakkan hukum rajam atas orang tersebut."
Hadits ini menjadi alasan, menjadi dalil sebagian ulama termasuk Imam Asy-Syafi’i untuk menyatakan bahwa rujuk dari ikrar yang berkaitan dengan hak-hak Allah itu diterima. Ada ruang ada pintu untuk menganulir pengakuan-pengakuan yang berkaitan dengan hak-hak Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Secara lahiriyah, sekilas pendalilan ini cukup kuat, namun sebagian ulama di antaranya Imam Ibnu Taimiyyah dan yang lainnya, mengkritisi pendalilan bahwa pengakuan yang berkaitan dengan hak Allah itu boleh diralat boleh dianulir.
Beliau mengatakan: Hadits ini tidak dapat dijadikan dalil bahwa menganulir, merevisi pengakuan yang berkaitan hak Allah itu dapat dilakukan. Tidak, sama sekali tidak demikian maksud dari hadits ini.
Maksud dari hadits ini adalah bahwa menunaikan hukum rajam itu ada pilihan, alias seorang hakim ketika menegakkan hukum itu, mereka melihat bahwa bila hukum rajam itu dibuktikan dengan adanya persaksian, adanya alat bukti yang berupa saksi-saksi, yaitu empat orang. Maka hakim wajib, tidak ada pilihan untuk menegakkan hukum rajam.
Adapun bila hukum tersebut, bila perbuatan zina itu dibuktikan dengan pengakuan sepihak dari pelakunya, dan kemudian ternyata pengakuan pelaku itu dianulir, diralat yang pelakunya merujuk dari pengakuannya. Maka dalam kondisi semacam ini hakim tidak wajib untuk menegakkan hukum, kalau dia mau boleh ditegakkan, kalau dia mau juga tidak mengapa untuk tidak ditegakkan.
Karena, andai rujuk dari pengakuan itu diterima dibenarkan niscaya para sahabat yang tetap merajam sahabat Ma'iz hingga meninggal dunia padahal Ma'iz sudah rujuk dari pengakuannya, niscaya mereka akan dihardik oleh Nabi. Niscaya mereka akan dihukumi oleh Nabi, niscaya Nabi akan menuntut agar mereka membayar diyat (denda). Karena sahabat Ma'iz dibunuh tanpa alasan.
Kenapa tanpa alasan?
Karena semula dirajam atas dasar pengakuan, dan kemudian ternyata dia rujuk dari pengakuan. Andai meralat (merevisi) pengakuan itu diterima berarti melanjutkan perajaman ini berarti tanpa dasar. Berarti itu pembunuhan tanpa alasan. Namun ternyata Nabi tidak mengatakan berarti kalian telah membunuhnya tanpa alasan, Nabi tidak mengatakan demikian.
Nabi hanya mengatakan, kenapa tidak kalian biarkan. Semoga dia tetap bertaubat walaupun tanpa dirajam, memperbaiki dirinya, membentangi dirinya, menegakkan amal shalih, dan barangkali Allah menerima taubat dia itu.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh sahabat Khalid, sahabat Usamah bin Zaid, ketika dalam satu momentum. Sahabat Khalid dan juga sahabat Usamah bin Zaid ketika dalam peperangan, mereka perang tanding dengan sebagian orang musyrik.
Ketika seorang musyrik ini telah terkalahkan dalam perang tandingnya. Tiba-tiba mereka mengatakan dengan lantang mengikrarkan syahadat Laa ilaaha illallaah Muhammadar rasulullah.
Mereka bersyahadat, maka sahabat Khalid dan sahabat Usamah membiarkannya tidak melanjutkan perang tanding itu dan tidak membunuh mereka yang sudah terkalahkan dalam perang tanding.
Namun tatkala sahabat Khalid Ibnu Walid dan sahabat Usamah bin Zaid telah menurunkan pedangnya. Tiba-tiba lelaki tersebut lari, dikejar kembali sehingga ketika terjadi perang lagi terkalahkan. Ketika tinggal tebas lehernya tiba-tiba dia kembali mengikrarkan syahadat untuk kedua kalinya.
Setelah sahabat Khalid dan Usamah menurunkan pedangnya, ia kembali lari. Maka dikejar dan akhirnya lelaki tersebut dibunuh.
Ketika lelaki itu dibunuh, Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam murka kepada mereka berdua. Murka kepada sahabat Khalid dan juga murka kepada sahabat Usamah dan mengatakan:
أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ؟
Apakah engkau membunuh dia setelah dia mengucapkan laa ilaaha illalaah?
Maka sahabat-sahabat Usamah mengutarakan alasan kenapa dia tetap membunuh.
إنه قال مُتَعَوِّذًا
Dia mengatakan itu, hanya sekedar untuk bisa melarikan diri, maka aku tebas dia.
هلا شَقَقْتَ القَلْبه
Tidakkah engkau belah dadanya agar engkau tahu.
أقله صدق
Apakah dia ketika mengucapkan Laa ilaaha illallaah itu betul-betul jujur atau dia sekedar kamuflase saja?
Terus Nabi mengulang-ulang ini, sampai akhirnya sahabat Usamah sampai mengatakan,
وَدِدْتُ أَنِّي لَمْ أُسْلِمْ إِلَّا يَوْمَئِذٍ
Aku sampai begitu menyesal, sampai-sampai aku itu terbayang, andai saya belum masuk Islam kecuali hari ini. Sehingga aku tidak mengenal kasus ini.
Hardikan ini tidak dilakukan oleh Nabi kepada sahabat yang tetap nekat dan merajam sahabat Ma'iz, itu membuktikan bahwa perbuatan mereka tetap merajam itu masih benar.
Itu bukan satu kesalahan, itu hanya satu pilihan saja alias mereka sebetulnya ada alasan untuk membiarkan sahabat Ma'iz, dan bahkan dianjurkan untuk membiarkan sahabat Ma'iz melarikan diri, tidak harus dirajam ketika dia ternyata meralat, merevisi pengakuannya. Namun kalau tetap dijalankan rajam maka mereka juga tidak berdosa.
Kenapa demikian? Karena Allah lebih suka memaafkan dibanding membalas dan menghukumi. Karena itu terus Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyeru hamba-hambanya untuk bertaubat.
وَتُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلْمُؤْمِنُونَ
"Wahai kaum mukminun, hendaknya kalian segera bertaubat." [QS. An-Nur:31]
Dan Allah juga menerima taubat hambanya hingga detik terakhir dari kehidupannya di dunia ini. Dengan demikian membedakan antara hak Allah dan hak-hak sesama manusia bahwa pengakuan dalam hak-hak manusia boleh diralat ini pendalilan yang kurang kuat. Masih layak untuk dikritisi.
Wallahu ta'ala a'lam. Kurang dan lebihnya, saya mohon maaf.
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•
Komentar
Posting Komentar