DI-0153 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Al-Qirodh atau Mudharabah (Bagi Hasil) Bagian Kedelapan

 ๐ŸŒ WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad

▪๐Ÿ—“ SELASA
 | 29 Jumฤdฤ al-ฤ€khirah 1443H
 | 1 Februari 2022M

๐ŸŽ™ Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. ุญูุธู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰
๐Ÿ“— Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

๐Ÿ”ˆ Audio ke-153
๐Ÿ“– Al-Qirฤdh atau Mudharabah (Bagi Hasil) Bagian Kedelapan
~•~•~•~•~

ุจุณู… ุงู„ู„ู‡ ุงู„ุฑุญู…ู† ุงู„ุฑุญูŠู…
ุงู„ุณู„ุงู… ุนู„ูŠูƒู… ูˆุฑุญู…ุฉ ุงู„ู„ู‡ ูˆุจุฑูƒุงุชู‡
ุงู„ุญู…ุฏู„ู„ู‡ ูˆ ุตู„ุงุฉ ูˆุณู„ู… ุนู„ู‰ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุฃู…ุง ุจุนุฏ

Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allฤh Subhฤnahu wa Ta’ฤla.

Masih bersama tema Al-Qirฤdh (ุงู„ู‚ุฑุงุถ) atau Al-Mudharabah atau Bagi Hasil. Al-muallif rahimahullahu ta’ala mengatakan,

ูˆู„ุง ุถู…ุงู† ุนู„ู‰ ุงู„ุนุงู…ู„ ุฅู„ุง ุจุนุฏูˆุงู†

Pelaku usaha atau pengelola tidak berkewajiban menanggung kerugian kalau terjadi kerugian sehingga modalnya menjadi susut atau berkurang atau bahkan hilang sama sekali habis sama sekali. Kecuali bila pengelola tersebut melakukan kesalahan, melakukan suatu tindakan yang diluar kewenangannya, diluar kewajaran.

Kenapa demikian? Karena Akad Mudharabah itu termasuk 'Uqudul Amanat. Termasuk akad-akad yang didasari (dibangun) dengan semangat kepercayaan yang berimbal balik. Pemodal percaya kepada pengelola, pengelola percaya kepada pemodal.

Sehingga, ketika barang itu rusak atau cacat atau berkurang nilainya atau bahkan rugi, maka konsekuensi dari semangat saling percaya adalah pemodal tidak minta ganti rugi. Alias dia harus siap menanggung kerugian dalam bentuk finansial.

Kenapa demikian? Karena sejatinya Akad Mudharabah itu adalah salah satu model dari akad Serikat Dagang.

Anda sebagai pemodal setor modal dalam bentuk uang atau dalam bentuk barang, sedangkan pengelola sebetulnya dia juga adalah pemodal. Namun modalnya dalam bentuk skill (dalam bentuk keahlian/tenaga) bukan dalam bentuk finansial.

Sehingga ketika terjadi kerugian Anda menanggung kerugian dalam bentuk finansial, sebagaimana pengelola akan menanggung kerugian dalam bentuk skill, waktu, tenaga, pikiran yang telah dia curahkan untuk mengelola usaha ini ternyata sia-sia. Tidak mendapatkan hasil.

Sehingga dia menanggung kerugian dalam bentuk skill, tenaga, waktu, pikirannya, dan Anda menanggung kerugian dalam bentuk finansial. Tidak boleh Anda bersyarat bahwa kalau terjadi kerugian modal harus kembali utuh tanpa kurang sedikit pun.

Kalau sampai ada persyaratan itu, maka syarat ini menjadikan Akad Mudharabahnya batil dan menjadikan Mudharabahnya tidak lagi menjadi Mudharabah tapi menjadi Qard (utang piutang) yang mendatangkan bunga dan itu adalah riba.

Makanya para ulama sepakat tidak satupun yang mengingkari ataupun menyelisihi, bahwa ketika Mudharabah terjadi kerugian, maka pemodal harus siap menanggung kerugian dalam bentuk finansial. Sebagaimana pengelola akan menanggung kerugian dalam bentuk skill dan tenaga, waktu, pikiran dia yang telah dia curahkan tanpa mendapatkan hasil apapun.

Kemudian Al-Muallif Rahimahullahu Ta'ala mengatakan,

ูˆุฅุฐุง ุญุตู„ ุฑุจุญ ูˆุฎุณุฑุงู† ุฌุจุฑ ุงู„ุฎุณุฑุงู† ุจุงู„ุฑุจุญ

Bila dalam mengelola usaha, unit usaha yang dijalani atau disepakati dengan skema Mudharabah terjadi keuntungan dan kerugian.

Transaksi pertama untung, transaksi kedua rugi atau sebaliknya transaksi pertama rugi transaksi kedua untung maka keuntungan pertama digunakan untuk menutupi kerugian.

Alias tidak boleh ada praktik profit taking atau mengambil keuntungan atau bagi hasil. Kecuali betul-betul pada waktu yang telah disepakati. Bukan setiap kali transaksi, tetapi pada waktu yang telah disepakati.

Sehingga ketika telah tiba saatnya bagi hasil maka akan ada tutup buku kalkulasi penghitungan keuntungan atau modal keuangan yang ada termasuk sisa aset yang masih ada, barang yang belum laku.

Kemudian itu dinilai dinominalkan, kemudian prosesnya harus ada penyisihan atau pengembalian modal untuk diketahui berapa nominal keuntungan yang didapat, baru ada pembagian keuntungan.

Kalau yang dipraktikkan transaksi pertama bagi hasil, transaksi kedua rugi dikatakan pemodal menanggung kerugian, transaksi ketiga untung bagi hasil. Maka ini yang akan dizhlalimi siapa? Pemodal. Karena ketika rugi modalnya akan susut, maka transaksi selanjutnya akan dengan modal yang berkurang. Tentu ini zhalim.

Idealnya pembagian keuntungan itu dilakukan pada termin waktu tertentu atau bahkan pada akhir dari periode kerjasama. Kalau dalam termin tertentu maka harus dihitung, dibatasi, disepakati per 3 bulan, per satu semester. Misalnya, setiap 6 bulan atau per 1 tahun.

Sebagaimana yang terjadi di berbagai perusahaan-perusahaan yang sudah profesional aktivitas pembagian hasil usaha itu dilakukan setahun sekali di saat perusahaan melakukan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Sehingga pada saat itulah telah terjadi pembagian deviden. Bukan setiap transaksi.

Kecuali bila kerjasama bagi hasilnya hanya satu kali saja (by proyek) dalam satu aktivitas usaha, satu proyek pengadaan 1 unit barang atau satu aktivitas usaha yang kemudian selesai aktivitas usaha tersebut atau pengadaan barang tersebut. Selesailah, berakhirlah masa kerja sama tersebut maka di situlah terjadi pembagian keuntungan.

Ini yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.

ุจุงู„ู„ู‡ ุงู„ุชูˆููŠู‚ ูˆ ุงู„ู‡ุฏุงูŠุฉ
ูˆุงู„ุณู„ุงู… ุนู„ูŠูƒู… ูˆุฑุญู…ุฉ ุงู„ู„ู‡ ูˆุจุฑูƒุงุชู‡
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•

Komentar