DI-0156 - Fiqih Muamalah Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja - Al-Qirodh atau Mudharabah (Bagi Hasil) Bagian Kesebelas

 🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad

▪🗓 JUM’AT
 | 3 Rajab 1443H
 | 4 Februari 2022M

🎙 Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, Lc., M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kitabul Buyu' Matan Abu Syuja

🔈 Audio ke-156
📖 Al-Qirādh atau Mudharabah (Bagi Hasil) Bagian Kesebelas
~•~•~•~•~


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله و صلاة وسلم على رسول الله أما بعد

Anggota grup Dirosah Islamiyah yang semoga senantiasa dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Masih bersama pembahasan tentang Al-Qirādh (القراض) atau Al-Mudharabah atau Bagi Hasil.

Al-Muallif rahimahullahu ta'ala, Imam Abu Syuja pada akhir pembahasan dari akad Mudharabah ini beliau mengatakan:

وإذا حصل ربح وخسران جبر الخسران بالربح

Bila terjadi kerugian pada salah satu transaksi, maka kerugian yang terjadi pada transaksi tersebut harus ditutup dengan keuntungan yang terdapat pada transaksi selanjutnya.

Sehingga tidak boleh ada klaim telah terjadi keuntungan, kemudian terjadi bagi hasil selama modal awal dari kerja sama ini belum bisa disisihkan secara utuh, bukan dikembalikan.

Belum bisa disisihkan secara utuh alias kalau suatu saat ternyata di akhir kerja sama itu maka langkah pertama yang harus dilakukan dan dipastikan bahwa modal pemodal (dana pemodal) dapat dikembalikan secara utuh. Setelah bisa dikembalikan secara utuh barulah ada keuntungan atau ada kegiatan bagi hasil (profit sharing).

Sehingga skema bagi hasilnya itu tidak dilakukan setiap transaksi, tetapi dilakukan pada akhir periode kerja sama. Sehingga dapat diketahui posisi modal apakah bisa dikembalikan utuh, dan masih adakah sisa hasil usaha atau secara periodik yang disepakati periodisasinya.

Bisa perbulan, bisa perpekan, bisa pertiga bulan, bisa perenam bulan, bisa setahun sekali. Sebagaimana ini yang terjadi di perusahaan-perusahaan yang telah profesional.

Bagi hasil itu tidak dilakukan setiap saat, setiap transaksi setiap kegiatan usaha. Tidak! Tetapi dilakukan dalam satu periode yang telah disepakati, sehingga pada periode tersebut dilakukan kegiatan tutup buku sehingga dapat diketahui posisi modal, dapat diketahui aset yang tersisa, dan dana yang berhasil dikumpulkan. Sehingga saat itulah dapat.

Kalaupun disepakati untuk mengakhirkan kerja sama, pemodal bisa mendapatkan modalnya secara utuh, dan kemudian sisanya itu merupakan keuntungan.

Di masyarakat terjadi banyak penyimpangan tentang skema bagi hasil ini. Salah satu penyimpangan yang sering terjadi adalah adanya anggapan pengembalian modal sebelum berakhirnya periode kerja sama, ataupun sebelum berakhirnya proyek yang disepakati, atau kegiatan usaha yang dijalankan.

Sehingga ada istilah cicilan modal. Jadi setiap bulan ada pembukuan buku, kemudian ada keuntungan dan ada cicilan modal. Sedikit demi sedikit, demi sedikit ada pengambilan modal sampai akhirnya suatu saat nanti seluruh modal yang pernah diserahkan itu dikembalikan beserta keuntungan yang didapat pada setiap periode.

Tentu ini praktik yang tidak sesuai dengan semangat Mudharabah, karena dalam Mudharabah tidak ada pengembalian modal kecuali dalam konteks ingin berakhir (mengakhirI) kerja sama, atau pemodal ingin mengurangi persentase modalnya. Komposisi modal dia dan ingin menjual sahamnya kepada pengelola.

Agar lebih jelas saya ingin gambarkan:

Andai si A bekerja sama dengan si B, si A adalah pemodal dan si B adalah pengelola.

Si A menyerahkan modal sebesar 100 Juta kepada si B untuk dikelola dalam bisnis madu (misalnya). Si B akan menggunakan 100 Juta itu untuk belanja madu dijual kemudian mendatangkan keuntungan, dibelikan lagi, dijual lagi, dibelikan madu lagi, dijual lagi.

Di akhir bulan pertama ada pembukuan sehingga ada keuntungan, akhirnya si B menyimpulkan bahwa dari usaha jual beli madu ini telah didapatkan keuntungan sebesar Rp.20 Juta misalnya.

Maka kemudian disepakati antara kedua belah pihak bahwa keuntungannya adalah 15 Juta. 5 Jutanya pengembalian modal (cicilan modal) sehingga pengelola mendapatkan 7.5 Juta, sisanya yaitu 12.5 Juta dikembalikan (diserahkan kepada pemodal).

Dengan rincian:
• 5 Juta adalah cicilan modal dan,
• 7.5 Juta adalah bagi hasil.

Sehingga dalam kondisi ini modal A telah menyusut menjadi 95 Juta rupiah.

Demikian setiap bulan dilakukan perhitungan semacam ini, sampai pada saatnya nanti mereka menganggap bahwa seluruh modal telah dikembalikan kepada si A.

Praktik semacam ini tidak dibenarkan, tidak sesuai dengan konsep Mudharabah yang diajarkan dalam syariat, karena idealnya modal tetap menjadi milik si A dan tidak dikembalikan kecuali bila si A ingin mengakhiri kerja sama. Itu kondisi pertama.

Kondisi kedua, praktik semacam itu pengembalian modal seharusnya tidak dihitung dengan nominal modal pertama kali terjadi kerja sama, atau nominal modal yang disetorkan.  

Tetapi harusnya dalam penghitungan atau pengembalian modal atau penyusutan modal atau penyusutan saham pemodal itu dilakukan dengan cara jual beli saham.

Sehingga harus ada penilaian usaha bukan hanya dilihat dari modal awal tetapi harus mengakomodir, misalnya kalau usaha itu telah memiliki izin usaha memiliki merk dagang. Maka harus dikonversi merk dagang tersebut dalam bentuk nilai atau  harus dinilai ya ada merk dagang.

Kemudian ada misalnya hak paten atau mungkin juga punya strategi yang telah di atau mekanisme pengolahan dan pengembangbiakan lebah misalnya, yang itu tentu memiliki nilai jual tersendiri.

Sehingga harusnya saham yang semula 100% itu senilai 100 Juta, tapi ketika telah dikelola (dijalankan) muncul ada namanya merk dagang, muncul namanya hak paten, dan lain sebagainya.

Seharusnya skema pengembalian modalnya itu dengan cara jual beli saham yang semula 100% maka si A menawarkan sebagian sahamnya kepada si B dengan nilai jual saham yang real yang berlaku pada saat pengembalian modal tersebut.

Seperti yang terjadi pada skema kerja sama dengan skema ventura yang dijual itu adalah saham bukan nominal modal. Karena dalam lembar saham, kalau di perusahaan-perusahaan yang sudah go publik (perusahaan yang profesional) dalam lembar saham itu ada tiga nilai yang dipahami atau digunakan oleh masyarakat.

Pertama nilai nominal atau nilai buku, di mana lembar saham pertama kali terbit itu, tertulis di situ per lembar saham senilai sekian rupiah misalkan perlembar saham senilai 1000 rupiah.

Namun tatkala usaha itu telah dijalankan dan berkembang, tentu nilai sahamnya tidak lagi 1000 rupiah karena ada valuasi, ada penghitungan, alias ketika perusahaan ini dikelola dalam 10 tahun akan mendatangkan keuntungan yang besar.

Maka valuasi nilai saham tersebut tidak hanya berdasarkan nilai buku, tetapi berdasarkan penilaian hasil usaha, hak paten, dan lain sebagainya yang itu tentu akan menjadikan nilai per lembar saham itu bisa jadi berlipat ganda, lebih mahal dibanding nilai bukunya.

Dalam pengembalian modal, seharusnya tidak menggunakan nilai buku tetapi menggunakan nilai pasar, nilai saham berdasarkan minat yang ada di masyarakat. Minat masyarakat untuk membeli saham tersebut.

Dan ini tentu ketika Anda adalah mungkin memiliki saham atau pernah hidup di pasar modal tentu memahami praktik semacam ini.

Sehingga pengembalian modal itu tidak dilakukan dengan berdasarkan nilai buku saham tersebut, tapi berdasarkan nilai pasar yang dipengaruhi oleh minat persepsi dan kepercayaan publik terhadap perusahaan Anda.

Yang itu nanti akan dinilai dalam rentang waktu tertentu ketika perusahaan itu setiap bulannya menghasilkan atau setiap tahunnya mendatangkan keuntungan 100 Juta atau mungkin 500 Juta bahkan mungkin 1 Milyar.

Tentu valuasi nilai sahamnya tidak lagi seperti semula per lembar saham 1000 rupiah tetapi bisa jadi per lembar sahamnya senilai 100 ribu rupiah atau bahkan lebih, sesuai dengan kondisi pasar atau kepercayaan publik terhadap perusahaan Anda.

Barulah saat itu istilah mengembalikan modal itu dapat diterima, itu bukan berdasarkan nilai buku tetapi berdasarkan nilai pasar.

Demikian yang bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini kurang dan lebihnya mohon maaf.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•

Komentar