Perkataan Emas Para Sahabat

Perkataan Emas Para Sahabat yang Wajib Dicatat dengan Tinta Emas


Bismillah. 

Alhamdulillah washolatu wasalamu'ala rosulillah.

Berikut daftar perkataan Emas Para Sahabat Radhiallahuanhum yang wajib dicatat dengan tinta emas dan ditiru oleh kaum Muslimin karena terkandung di dalamnya Tauhid (Keimanan) yang kokoh dan Keihklasan.

Allahu'alam.




1. Khadijah binti Khuwailid Radhiallahu'anha.

[1] Ketika Rasulullah menerima wahyu pertama sembari berucap, "Selimuti aku! Selimuti aku!" Lalu bertanya kepada Khadijah, "Ada apa denganku ini?" Lantas Rasulullah menuturkan kisahnya dan berkata, "Aku amat khawatir terhadap diriku!" Khadijah berkata, "Sekali-kali tidak akan demikian! Demi Allah! Dia tidak akan menghinakanmu selamanya! Sungguh engkau adalah penyambung tali kerabat, pemikul beban orang lain yang mendapatkan kesusahan, pemberi orang yang papa, penjamu tamu serta pendukung setiap upaya penegakan kebenaran."


Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu'ahu.

 

Hamzah bin Abdul Muthallib Radhiallahu'anhu.

 

Umar bin Al-Khattab Radhiallahu'anhu.

[1] Yaitu ketika Umar baru masuk Islam dan dijuli Al-Faruq oleh Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam.

Umar berkata, "Wahai Rasulullah! Bukankah kita berada di atas kebenaran mati atau hidup?"

Rasulullah menjawab, "Tentu saja! Demi Dzat Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya kalian berada di atas kebenaran mati ataupun hidup."

Lalu Umar berkata, "Lantas untuk apa (kita) harus bersembunyi? Demi Dzat Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sungguh kita harus keluar (menampakkan diri). Lalu kami membawa beliau keluar, kami terbagi dalam dua barisan, salah satunya dipimpin oleh Hamzah dan yang lainnya dipimpin olehku. Deru debu yang diakibatkannya ibarat ceceran tepung. Akhirnya kami memasuki Al-Masjid Al-Haram. Kemudian kaum Qurays menoleh ke arahku dan Hamzah, mereka diliputi oleh kesedihan yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. Sejak saat itulah, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam menamaiku Al-Faruq"


Abu Dzar Al-Ghifary

[1] Yaitu ketika Abu Dzar mengumumkan kepada kaum Qurays perihal keislamannya di Makkah. Beliau termasuk penduduk pinggiran Yatsrib/Madinah.

Rasulullah berkata kepadanya, "Wahai Abu Dzar! Rahasiakanlah urusanmu ini dan kembalilah ke kampung halamanmu! Bilamana engkau telah mendengar kemenangan kami, maka datanglah kembali."

Abu Dzar mennjawab, "Demi Dzat Yang mengutusmu dengan kebenaran! Sungguh aku akan secara lantang meneriakkannya dihadapan mereka." Kemudian Abu Dzar pergi ke Masjid Al-Haram sementara kaum Qurays ada di sana. Abu Dzar berkata, "Wahai kaum Qurays! Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang haq disembah) selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusanNya."

Mereka kaum Qurays berkata, "Cegat penganut agama baru ini!" Lalu mereka memuli Abu Dzar untuk dihabisi lalu datanglah Al-Abbas menolongnya dan melindunginya.


Al-Abbas bin Abdul Muthallib Radhiallahu'anhu.

[1] Ketika berlangsungnya Bai'at Aqabah Kedua.

Rasulullah datang bersama Al-Abbas bin 'Abdul Muthallib yang ketika itu masih memeluk agama kaumnya akan tetapi ingin menghadiri urusan kepokannya dan meyakinkan kondisinya. Dalam pertemuan itu dialah orang yang pertama berbicara.

Al-Abbas bin Abdul Muthallib berkata, "Wahai kaum Kazraj! (Orang-orang Arab menamakan kaum Anshar dengan Kazraj baik suku Kazraj maupun suku Aus). Sesungguhnya Muhammad bagian dari kami sebagaimana yang kalian ketahui dan sungguh kami telah melindunginya dari ancaman kaum kami yang satu pandangan dengan kami, dia sangat terhormat di tengah kaumnya dan terlindungi di negerinya, akan tetapi dia lebih memilih untuk bergabung dengan kalian dan pindah ke negeri kalian. Jika kalian yakin bahwa kalian dapat memenuhi apa yang kalian tawarkan kepadanya dan dapat melindunginya dari orang yang menentangnya maka itu adalah hak kalian, berikut resiko yang harus ditanggung. Namun jika kalian justru akan menyerahkan dirinya dan memghinakannya setelah kalian membawanya serta ke negeri kalian maka dari sekarang tinggalkanlah dia karena sesungguhnya dia dalam keadaan terhormat ditengah kaumnya dan terlindungi di dalam negerinya."

 

Komentar dariku Abu Zaid:

Sungguh perkataan seorang paman yang berjiwa ksatria, heroik, idealis dan penuh tanggungjawab dan cerdas (dilihat dari untaian omongannya). Padahal Al-Abbas kala itu masih kafir sedangkan keponakannya Nabi Muhammad seorang Muslim. Akan tetapi dengan tabiatnya orang Arab pada kala itu adalah lebih mementingkan/mengutamakan ikatan kekerabatan (tali silaturrahim - fanatik kesukuan yang kuat) ketimbang perkara lainnya, maka jadilah sosok paman Al-Abbas ini adalah sosok paman atau sosok kerabat yang sangat didambakan oleh kaum muslimin pada saat ini. Dimana, saat ini sebagian dari kita kaum muslimin justru memusuhi kerabat dekatnya sendiri yang memilih tegak di atas Al-Quran dan Sunnah yang pernah diemban oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Bahkan terkadang sampai bersekutu dengan orang lain untuk memusuhi dan menghalang-halangi kerabatnya sendiri. Seolah-olah kayak gak sodara aja. Itulah mungkin salah satu sebabnya kenapa Al-Quran dan Nabi terakhir muncul di negeri Arab yaitu karena fanatik kesukuan atau fanatik kekerabatan yang sangat kuat melebihi segalanya yang sangat bermanfaat bagi berkembangnya dakwah Islam (Al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman para sahabat tentunya).

Maka Al-Abbas adalah sosok yang bisa dijadikan nasehat bagi kita kaum muslimin yang ingin mencari kebenaran/hijrah tentang pentingnya menyambung kekerabatan. Jangan sampai kekerabatan putus hanya gara-gara harta atau gara-gara jabatan/kedudukan duniawi atau gara-gara pemahaman/keyakinan beragama berbeda. Lihatlah Al-Abbas, beliau dengan taufik dari Allah mendapatkan hidayah Islam gara-gara keponakannya yang Islam (yaitu Islam yang beliau dakwahkan kala itu kepada-dan-bersama para sahabatnya) dan bersabar di dalam tali kekerabatan meskipun beda keyakinan beragama. Dan hasilnya maaniiss.

Loh memangnya ada pamannya Nabi yang memutus kekerabatan kepada Nabi gara-gara beda pemahaman/keyakinan? Ada yaitu Abu Lahab. Bahkan namanya dan istrinya diabadikan oleh Allah di dalam Al-Quran bahwa mereka berdua yaitu Abu Lahab dan istrinya adalah penduduk Neraka. Naudzubillahimindzalik. Dan hasilnya pahiit berdasarkan nas Al-Quran.

Anyway.

Contoh dua sosok paman atau orang yang bisa dijadikan ibroh/pelajaran bagi kita pada saat ini. Dan jangan sampai salah kaprah dalam menilai kebenaran. Nilailah atau timbanglah kebenaran sesuatu dengan Al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman para salafussholeh dan bukan selainnya. Jika sudah ditimbang ternyata kita dipihak yang salah maka bersabarlah dan tetap sambung tali kekerabatan sebagaimana yang dilakukan oleh Al-Abbas bin Abdul Muthallib  Radhiallahu'anhu. Dan jangan ikuti metodenya Abu Lahab dan Istrinya.

Intinya jangan gegabah menerima begitu saja penilaian atau hasutan orang lain kepada kerabat kita. Cek ricek kebenarannya dengan ilmu dan akal sehat dan teruslah menyambung tali kekerabatan walau bagaimanapun bahkan sampai ajal menjemput.

Allahu'alam.

Mohon maaf jika salah kata.


Al-Abbas bin 'Ubadah bin Nadhlah.

 

Sa'ad bin Muadz dari Bani 'Abdul Asyhal Al-Anshari.

Beliau dan Usaid bin Hudhair adalah pemimpin suku Bani Abdul Asyhal.

Sa'ad bin Muadz adalah sepupu dari Sa'ad bin Zurarah (anak bibinya).

Di antara perkataan emasnya adalah:

[1] Yaitu ketika Sa'ad bin Muadz baru masuk Islam melalui Mush'ab bin Umair dan Sa'ad bin Zurarah, seketika itu juga beliau berkata kepada kaumnya:

"Wahai Bani 'Abdul Asyhal! Bagaimana pendapat kalian terhadap diriku?"

Mereka menjawab, "(anda) pemimpin kami, orang yang paling utama pendapatnya di antara kami."

Dia berkata lagi, "Sesungguhnya haram bagiku berbicara kepada kaum laki-laki dan kaum wanita di kalangan kalian hingga kalian beriman kepada Allah dan RasulNya."

Maka tidak ada seorang pun dari mereka baik laki-laki dan perempuan melainkan menjadi Muslim dan Muslimah kecuali seseorang yang bernama Al-Ushairim. Dia terlambat masuk Islam hingga pada saat perang Uhud dan dia masuk Islam dan  ikut berperang dan terbunuh padahal dia belum sempat sujud satu kalipun kepada Allah Ta'ala. Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, mengeomentarinya: "Dia hanya berbuat sedikit tetapi diberi pahala banyak".

[2] Sambungan dari kisah Al-Miqdad bin 'Amr Al-Muhajirin pada detik-detik perang Badar..

Lalu Rasulullah berkata, "Wahai manusia, berikan pendapat kalian kepadaku" Sebenarnya yang beliau bidik adalah kaum Anshar, untung saja sang komandan kaum Anshar yang juga pembawa panji yakni Sa'ad bin Muadz memahami hal itu. Dia berkata, "Demi Allah, seakan engkau menginnginkan kami wahai Rasulullah."

Beliau menjawab, "Benar."

Maka berkatalah Sa'ad, "Sungguh kami telah beriman kepadamu, lalu membenarkanmu. Kami juga telah bersaksi bahwa wahyu yang engkau bawa adalah haq dan untuk itu kami telah memberikan janji-janji setia dan kesepakatan-kesepakatan kami tersebut untk senantiasa mendengar dan taat kepadamu. Karena itu, teruskan langkahmu sesuai dengan apa yang engkau inginkan wahai Rasulullah! Demi Dzat Yang mengutusmu dengan haq (kebenaran), andaikata engkau menawarkan laut ini kepada kami, lalu engkau mengarunginya, niscaya kami pun akan mengarunginya bersamamu, tidak ada seorangpun dari kami yang ketinggalan dan kami tidak akan merasa segan jika engkau mengajak kami bertemu musuh esok hari. Sesungguhnya kami adalah orang yang tegar di dalam peperangan dan tangguh di dalam pertempuran. Semoga saja Allah menampakkan kepadmu dari kami hal yang membuatmu senang. Maka berangkatlah bersama kami dengan keberkahan Allah."

Ucapan Sa'ad ini membuat senang Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dan menjadikannya bertambah semangat. Kemudian beliau berkata, "Berjalanlah kalian dan bergembiralah karena sesungguhnya Allah Ta'ala telah menjanjikan kepadaku salah satu dari dua kelompok. Demi Allah, seakan aku tengah menyaksikan kematian musuh."

[3] Ketika mendirikan Pos Komando pada perang Badar.

Sa'ad bin Muadz mengusulkan kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam agar kaum Muslimin mendirikan pusat komando untuk beliau sebagai upaya mengantisipasi kondisi darurat dan memprediksi kekalahan sebelum kemenangan.

Dia berkata, "Wahai Nabi Allah, tidakkah sebaiknya kami dirikan tempat berteduh (semacam podium) untukmu dan menyiapkan kendaraan di dekatmu, kemudian kami akan menghadapi musuh. Jika Allah berkenan memuliakan dan memenangkan kami atas musuh, maka hal itulah yang kami dambakan, namun jika yang terjadi sebaliknya maka engkau sudah duduk di kendaraanmu sehingga dapat menyongsong kaum kami yang tidak ikut serta. Sungguh, tidak sedikit kaum kami yang tidak ikut bersamamu wahai Nabi Allah! Kecintaan kami terhadapmu tidaklah jauh lebih besar ketimbang kecintaan mereka terhadapmu. Jikalau mereka tahu bahwa engkau menghadapi peperangan, niscaya mereka tidak akan ketinggalan menyertaimu. Semoga Allah melindungimu melalui mereka, menyampaikan nasehat untukmu dan berjihad bersamamu."

Mendengar itu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam memujinya dengan pujian yang baik dan mendoakan kebaikan untuknya. Kaum muslimin pun mendirikan tempat berteduh untuk Rasulullah di lokasi yang agak tinggi dan terletak di arah Timur Laut medan peperangan dan dari sana medan pertempuran dapat dimonitor secara keseluruhan.


Al-Miqdad bin 'Amr Al-Muhajirin

[1] Yaitu ketika detik-detik terjadinya perang Badar.

Dimana pada saat itu rencana awal Rasulullah dan para sahabatnya yang berjumlah 300 orang hanya ingin mencegat kafilah Abu Sufyan dari Syam ke Makkah, malah dengan takdir Allah tiba-tiba dipertemukan dengan 1000 pasukan perang kafir Qurays yang dipimpin oleh Abu Jahal yang memang ingin menolong kafilah Abu Sufyan. Namun karena kafilah dagang Abu Sufyan sudah berhasil lolos maka Abu Jahal pun membawa pasukannya untuk memerangi Rasulullah dan para sahabatnya di Badar.

Seketika itu ada sekolompok orang yang hatinya ciut dan takut menghadapi pertarungan berdarah nantinya. Mereka inilah yang disebutkan Allah dalam firman-Nya dalam Surat Al-Anfaal: 5-6.

Sedangkan sikap komandan perang, baik Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Al-Khattab maka mereka berdua berbicara dengan ungkapan yang baik. Selanjutnya Al-Miqdad bin 'Amr berdiri seraya berkata, "Wahai Rasulullah, teruslah maju berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Allah padamu. Kami akan selalu bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepadamu sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa, 'Pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.' Akan tetapi, pergilah engkau bersama Rabbmu dan berperanglah, sesungguhnya kami akan berperang bersama kamu berdua. Demi Dzat Yang mengutusmu dengan kebenaran, andaikan engkau bawa kami berjalan menuju Bark Al-Ghimad (bahasa kiasan: sampai keujung manapun) niscaya kami akan berperang bersamamu hingga engkau mencapainya."

Maka Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam mengatakan kepadanya sesuatu yang baik dan berdoa agar dia mendapatkan kebaikan itu.

Tiga orang komandan dari kalangan Muhajirin telah menyampaikan pendapatnya sedangkan mereka minoritas di dalam pasukan tersebut. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam ingin melihat bagaimana pendapat komandan dari kaum Anshar, sebab mereka merupakan pihak mayoritas di dalam pasukan dan beban pertempuran berada di pundak mereka.

Lalu Rasulullah berkata, "Wahai manusia, berikan pendapat kalian kepadaku" Sebenarnya yang beliau bidik adalah kaum Anshar, untung saja sang komandan kaum Anshar yang juga pembawa panji yakni Sa'ad bin Muadz memahami hal itu.

Dan seterusnya.. lihat kisah selanjutnya di bagian Sa'ad bin Muadz.


Insya Allah akan bersambung terus dengan memohon taufik dari Allah Subhanahuwata'ala..




Komentar